Minggu, 24 April 2011

KAIDAH FIQHIYYAH

LIMA KAIDAH POKOK

1)Segala Sesuatu Tergantung Pada Niatnya
1)Di dalam sumpah, niat itu bisa mengkhusukan kalimat umum tapi gak bisa sebaliknya membuat kalimat umum menjadi khusus.
Ex : ada yang bersumpah “ saya tidak akan berbicara dengan seseorang” lalu ditanya :”siapa itu?” jawabnya: “si fulan”, maka hal itu boleh dan tidak boleh jika sebaliknya.
2)Maksud lafadz itu tergantug atas niat orang yang melafadzkannya.
Ex : jika seseorang dapat junub lalu mengucap inna lillahi,,,niatnya adalah dapat musibah, maka tidak haram,jika niatnya membaca al-quran, haram.
3)Amalan fardhu itu, kadang-kadang dapat berhasil dengan niat sunnah
Ex: seseorang melakukan tasyahud akhir. Semula ia menyangka bahwa yang dilakukannya adalah tasyahud awwal, lalu pada akhirnya dia ingat, bahwa yang ia kerjakan itu tasyahud akhir, maka tasyahudnya tetap sah.
4)i) Kalau suatu ibadat sama persis dengan suatu ibadat yang lain, maka didalam hatinya disyaratkan ta’yin(menentukan).
Ex: solat dhuhur dan ashar memiliki rakaat dan fardhu yang sama, maka dalam niatnya harus ta’yin.
ii) bagi ibadah fardhu dimana kefardhuannya harus dicantumkan dalam niat, maka ta’yin harus juga dicantumkan.Ex: ini mengecualikan tayamum yang meskipun kefardhuannya tayamum harus disebut niat, tetapi ta;yinnya tidak wajib.
Iii) Suatu amal yang tidak disyaratkan ta’yin, tetapi ta’yin itu dicantumkan dan kemudian terjadi kekeliruan, maka amal itu menjadi batal.
Ex: seseorang yang hendak solat makmum, dan berniat menjadi makmumm kepada imam si fulan, tapi ternyata yang jadi imam adalah umam, maka makmumnya itu menjadi batal.
5)Jika kita sholat fardhu, maka kita wajib menerangkannya.
6)Pada dasarnya mewakilkan niat kepada orang lain itu tidak boleh, kecuali niat yang harus dibarengkan dengan perbuatan itu dapat diwakilkan,
ex: memotong kurban, membagikan zakat, dsb.
7)Niat itu harus ikhlas (murni), tidak boleh dicampuri dengan maksud lain.
Ex: seseorang niat solat lalu terlintas dibenaknya maksud olahraga, maka niatnya tidak sah.
2)Yakin Itu Tidak Dapat Dihilangkan Dengan Kebimbangan
1)Yang jadi pokok adalah tetapnya sesuatu pada keadaan semula
Ex: sesorang mempunyai wudlu, tapi ia ragu, apakah batal atau tidak, maka hukumnya ia tetap mempunyai wudlu.
2)Yang menjadi patokan adalah bebas dari tanggungan. Ex: A mengaku bahwa si B berutang padanya. Pengakuan itu tanpa bukti dan saksi, sedangkan si B tidak merasa berutang pada si A, maka pengaduan tu tertolak.
3)Jika ada orang ragu, apakah ia sudah mngerjakan sesuatu ataw belum, maka ia dianggap belum berbuat.
Ex: hakim persidangan dapat aduan dari A bahwa B berutang kepadanya. Si B merasa sudah melunasinya, tapi tidak ada bukti. Maka hakim memutuskannya belum melunasinya.
4)Jika seseorang telah yakin berbuat sesuatu, tetapi ia ragu tentang banyak sedikitnya, maka yang dihitung adalah yang sedikit. Ex: seseorang yang sedang mengerjakan sholat merasa ragu apakah ia sudah 2 rakaat ataukah 3 rakaat. Maka yang diambil itu adalah yang 2 rakaat saja.

5)Asal (di dalam hak) itu tidak ada. Ex: A member uang kepada B untuk digunakan sebagai modal, dengan perjanjian keuntungan dibagi dua. Beberapa waktu kemudian, A menuduh B bahwa ia telah memperoleh keuntungan dari modal tersebut, tapi B menyangkal tuduhan itu. Maka berdasarkan kaidah ini yang dibenarkan adalah B.
6)Tiap-tiap yang baru itu harus dikira-kirakan kepada masa yang lebih dekat. Ex: seseorang melihat bekas mani pada sarungnya. Ia ragu apakah bekas kemarin ataukah yang baru setelah dia mandi dari bangun tidur tadi. Berdasakan kaidah ini diputuskan bahwa mani itu adalah baru dan bukan yang kemarin.
7)i) (Madzhab Syafi’i) Segala sesuatu pada dasarnya boleh, kecuali bila ada dalil yang mengharamkannya.
ii) (Madzhab Hanafi) Segala sesuatu itu pada dasarnya haram, kecuali ada dalail yang memperbolehkannya.
8)Ucapan itu asalnya adalah haqiqoh. Jadi ada ucapan yang bisa diartikan dengan haqiqoh dan majazi, maka ucapan itu harus diarikan secara haqiqoh. Ex: seseorang bersumpah “demi allah, saya tidak akan membeli baju” lalu ia menyuruh orang lain untuk membelikan baju baginya, maka menurut kaidah ini, org tsb dianggap melanggar sumpah.
9)Jika terjadi pertentangan antara asal dan dhohir :
a.Di tafshil, adakalanya asal yang dimenangkan dan adakalanya dhohir yang dimenangkan. Ex : Piring milik China kafir, hukumnya tetap suci, sebab asalnya piring itu memang suci, meskipun pada dhohirnya mungkin pernah digunakan sebagai tempat untuk daging babi.
b.Manakala dhohir bertentangan dengan asal, padahal dhohir dikuatkan dengan landasan yang menurut syara’ dapat dibenarkan, atau dhohir itu dikuatkan oleh suatu sebab atau adat kebisaaan, maka dhohir harus dimenangkan. Ex : bila seekor kambing kencing dekat air, yang dapat dimungkinkan aakah air itu kecipratan atau tidak , tapi secara dhohir air itu berubah, maka air tsb terkena najis.
c.Apabila asal dan dhohir bertentangann padahal sebab-sebab kemungkinannya lemah, maka yang dimenangkan adalah asal. ex:pakaian pembuat arak asalnya suci. Boleh jadi pakaiannya itu terkena arak, tetapi kemungkinannya lemah sekali, maka pakaian tersebut tetap suci.
d.Kalau asal bertentangan dengan dhohir dan dhohir leboih kuat, maka dhohirlah yang dimenangkan.ex : ada yang udah solat, tapi bimbang, apakah ia tidak meninggalkan salah satu rukun selain niat dan takbirotul ihrom. Ia tidak wajib mengulang solatnya.
e.Apabila asal beretentangan dengan kemungkinan-kemungkinan, maka asal tetap dimenangkan.ex : jika seseorang solat dhuhur, ia yakin sudah mengerjakan tiga rakaat tetapi mungkin juga empat, maka menurut kaidah ini is dihitung tiga rakaat.
f.Apabila ada dua asal yang saling bertentangan, maka :
i.Yang lebih kuat harus dimenangkan. Tentu saja hal ini membutuhkan penguat, baik berupa dhohir maupun yang lainnya. Ex : bertahun-tahun menjadi suami-istri, namun terjaadi tuduh menuduh, istri meuduh suami belum menggaulinya karena impotent, dan suaminya bilang sudah menggaulinya sebelum masa impotent.dalam hal ini suami yang menang, sebab skuatkan oleh lamanya waktu pernikahannya.
ii.Jika dua asal yang saling bertentangan tersebut tidak memiliki penguat maka menurut ulama berbeda pendapat. ex : seseorang berpuasa yakin sudah niat, tapi ragu apakah niatnya dilakukan fajar atau sesudah fajar? Ada yg bilang tidak niat dan tidak sah, dan ada yang bilang sah karena asalnya sebelum fajar.
g.Dhohir itu kadang-kadang juga bertentangan dengan dhohir yang lain, meskipun jarang terjadi.ex : pria muda dan wanita sedang berada di hotel. Menurut wanita dia adalah suaminya. Menurut qoul jaded, hal inidapat diterima, namun menurut qoul qodim, hal ini tidak dapat diterima karena masih butuh adanya saksi.

3)Keberatan Itu Bisa Membawa Kepada Mempermudah
1)Sesuatu itu jika telah semit, maka akan menjadi luas. Ex : pria dilarang menyentuh wanita. Suatu saat terjadi kecelakaan pada seorang wanita yang bukan mahromnya, dan gak ada seorangpun disitu kecuali dia, maka dia boleh mengangkat wanita itu.
2)Sesuatu manakala luas menjdai sempit,, ex : dalam perang boleh solat khouf yang membolehkan banyak bergerak, tiba-tiba keadaan sudah reda dan aman, maka tidak lagi diperkenankan untuk banyak gerak.

4)Madlarat Itu Dapat Dihapus
1)Madhorot itu dapat membolehkan yang dilarang ex : dalam hal ini harus dilihat kadar daruratnya jika darurat untuk mempertahankan hidup, yang jika tidak makan sedikit saja akan mati, maka dibolehkan memakan makanan yang haram.
2)Madhorot itu tidak dapat dihilangkan dengan madhorot.ex : seseorang sakit parah, memilih dioperasi atau sakitnya dibiarin. Lebih ringan adalah dioperasi.
3)Menolak kerusakan itu didahulukan daripada menarik kebaikan.ex: seorag suami harus menunggui istrinya yang sedang sakit, namun bertepatan dengan waktu sholat jum’at. Jika solat dulu, maka istrinya terlantar. Menurut kaidah ini, menunggu istri lebih diutamakan daripada solat jumat.
5)Adat Kebisaaan Itu,Bisa Ditetapkan
1)Adat tidak dapat dianggap sebagai adat yang bisa dijadikan ketetapan, jika adat itu tidak murthorid, artinya adat itu tidak teteap/pasti. Ex: suatu Negara memiliki mata uang dollar amerika, dollar Australia, dollar hongkong, dll. Dalam hal ini tidak boleh menyebutkan dollar saja tanpa mbel-embel dibelakangnya.
2)Adat yang jelas (U’rf jalily) itu manakalabertentangan dengan syara;, maka hukumnya ditafshil :
i)Jika syara’ itu tidak berhubungan dengan hukum, maka adatlah yang dimenangkan.ex : seseorang bersumpah tidak makan daging, namun suatu saatia makan ikan laut, menurut hukum orang itu dianggap tidak melanggar sumpah, sebab ikan laut tidak termasuk daging.
ii)Jika syara’ itu berhubungan dengan hukum, maka syara’ harus didahulukan.ex: seseorang bersumpah tidak akan solat, tapi ternyata ia berdoa. Maka ia dianggap tidak melanggar sumpah sebab solat itu ibadah dimulai dari takbir dan diakhiri salam, walaupun dalam arti lain solat itu artinya doa.
3)Adat itu apabila bertentangan dengan arti menurut pengertian bahasa, para ulama berbeda pendapat :
i)Qadli Husain : pengertian bahasalah yang dimenangkan
ii)Imam Baghowiy : pengertian adatlah yang dimenangkan. Ex: seseorang bersumpah untuk tidak makan telur. Sedangkan yang namanya telur itu banyak, namun menurut adat telur itu sebatas telur ayam, telur bebek, tapi ternyata orang itu makan telur burung, maka dalam hal ini menurut pendapat pertama ia dianggap melanggar sumpah dan menurut pendapat kedua ia tidak melanggarnya.
iii)Imam Rofi’iy : jika pengertian bahasa itu sudah umum, maka pengertian bahasalh yang harus dipakai.
iv)Lainnya : kalau adat itu tidak pernah digunakan dalam bahasa, maka pengertian bahasalah yang dimenangkan.

4)Apabila Urf ‘am ( adat umum ) bertentangan dengan urf khos ( adat khusus ), maka urf khusus lah yang didahulukan kecuali jika urf khos itu amat terbatas
5)Adat kebisaaan itu apakah berlaku sebagai syarat atau tidak? Ada yang bilang tidak dan ada yang ya sebagai syarat.
6)Urf yang dianggap sah adalah urf yang bersamaan dengan ucapan atau yang agak mendahului, sedangkan yang terjadi sesudah ucapan, tdak beraku. Ex: ada tanah yang diwakafkan seseorang kepada A sebagai lahan untuk pendidikan. Beberapa masa setelahnya, terjadi pergantian pengasuh, menjadi si B. maka menurut kaidah ini, si B tidak berhak atas tanah tsb, dan si A tetap berhak karena ada pada saat diucapkannya wakaf itu.
7)Hal-hal yang tidak ada ketentuannya baik dalam syara’ maupun dalam bahasa, maka harus dikembalikan kepada urf.ex : “hirzul mistli” … (tempat penyimpanan ) dalam bab encurian, baik syara’ maupun lughot tidak ada yang menyebutkan tentang batasan arti tsb. Karena itu apa dan bagaimana kata tsb harus dikembalikan dan dicari menurut pengertian urf. Tempat penyimanan mobil, dll.


Selengkapnya...