Kamis, 22 April 2010

GRAVITASI CINTA

Cinta selalu ada dan akan selalu terjadi, antara dua insan yang berbeda. Pada dasarnya ketertarikan hanya terjadi pada sesuatu yang berlawanan. Karena akan tercipta keteraturan, saling melengkapi dan menguatkan.
Hukum Gravitasi juga terjadi antara dua materi yang berbeda. Ketertarikan ini akan semakin kuat mana kala jarak yang memisahkan ke dua materi yang berbeda ini sangat pendek. Sebaliknya gaya gravitasi, gaya tarik-menarik dua materi akan semakin lemah jika jarak yang memisahkan keduanya begitu jauh.

F = G m m / R (kuadrat)
Gaya gravitasi (gaya tarik menarik dua materi) F, berbanding terbalik dengan kuadrat jarak ( R2) dua materi berbeda, m dan M. Semakin besar R, maka semakin kecil nilai F nya, artinya gaya tarik F begitu kecil, sebaliknya semakin kecil R maka gaya gravitasi F akan begitu besar.
Sobat cinta, cinta juga seperti itu, anggap saja M sebagai seorang laki-laki dan m sebagai wanita. Jika keduanya semakin jauh maka ketertarikan atau perasaan cinta niscaya sangat kecil, gaya tarik cinta begitu lemah.
Namun, jika kita begitu dekat dengan kekasih kita, hati kita seolah dekat banget, niscaya kisah cinta kita begitu harmonis, cinta terasa begitu hebat dan besar. Sedangkan G merupakan konstanta gravitasi atau konstanta tarik-menarik, sebuah alat atau media untuk melengkapi hukum ketertarikan. Nah, dalam hubungan cinta, hubungan antara M dan m maka G sangat penting.
Kita akan menganggap tetapan G sebagai media juga untuk mempermudah suatu hubungan, anggap saja G sebagai alat komunikasi seperti handphone, sehingga kita bisa mengirim sms, telpon dan chating. Dengan adanya G maka komunikasi akan semakin mudah. Itu kenapa G diperlukan dalam hukum cinta, G akan mempermudah hubungan ketertarikan cinta.
Oke best lover, jaga jarakmu, dekatkan hatimu dengan kekasihmu. Dan jangan buat jarak memisahkan sehingga cinta terasa begitu jauh. Begitu juga kisah kita dengan Allah, jangan sampai jarak memisahkan kita jauh dari cinta Nya, gunakan selalu G, untuk media berdzikir mengingatnya. Dan sesungguhnya Allah begitu dekat dengan orang-orang yang selalu menggunakan G, selalu mengingat pada Nya. Dan rasakan energi cinta yang dahsyat kepada Nya, dan akan lebih dahsyat lagi jika Allah pun mencintai kita.

M. Akrom Arromy : Cinta dalam, Kaidah Fisika, 2008.

Selengkapnya...

Selasa, 20 April 2010

Sarjana Ilmu Falak Bisa Jadi Ahli Hukum

Ilmu falak sebagai bagian dari astronomi pada dasarnya merupakan observational science yaitu sains yang dikembangkan atas dasar pengamatan (observasi). Data observasi merupakan data primer yang dapat menganulir data ephemeris. Dengan kata lain, ilmu falak merupakan ilmu yang dipelajari dan dikembangkan melalui matematika dan fisik.

Demikian diungkapkan oleh dosen ilmu falak Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, K.H. Ahmad Izzuddin,M.Ag. Senin (9/3). Menurut beliau , sehingga salah satu aplikasi praktisnya dalam peribadahan umat Islam adalah menjadikan ilmu falak juga menjadi bagian dari ilmu hukum syar'i.

Lebih lanjut, beliau menambahkan, di IAIN Walisongo, pengembangan pembelajaran ilmu falak akan segera diajarkan secara simultan antara muatan hukum syar'i dan sains. Sehingga akan semakin mengkikis dikotomi imu agama dan umum.

"Program konsentrasi ilmu falak di program studi al-Ahwal al-Syahsiyah dapat disebut sebagai upaya untuk mempertemukan kembali antara aspek hukum syar'i dan hukum alam yang menjadi penopang ilmu falak. 'Melalui pendidikan di program konsentrasi ilmu falak tersebut diharapkan mampu mencetak sarjana-sarjana hukum Islam yang memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar dalam bidang hukum dan sains," katanya.

Dengan bekal pengetahuan dan kemampuan seorang sarjana Hukum Islam yang mengikuti program khusus, sambungnya, diharapkan mampu untuk melakukan kajian saintifik atas karya-karya ulama Islam, khususnya yang bertautan dengan kitab-kitab Ilmu Falak.

''Nantinya, sarjana konsentrasi ilmu falak tidak hanya menjadi ahli Falak, tapi juga ahli hukum sehingga tetap mempunyai peluang menjadi advokat, hakim, panitera sebagaimana peluang di prodi al-Ahwal al-Syahsiyah. Jadi, bahasan ilmu falak tidak semata menjadi kajian aplikatif yang berhubungan dengan perhitungan waktu salat, penentuan arah kiblat, atau perhitungan awal bulan," tandasnya. (SM)

dikutip dari:NU-online
Selengkapnya...

Minggu, 18 April 2010

puisi cinta mathematics


Saat aku bersua dengan eksponen jiwamu
sinus kosinus hatiku bergetarMembelah rasa
Diagonal-diagonal ruang hatimu
bersentuhan dengan diagonal-diagonal bidang hatiku
Jika aku adalah akar-akar persamaanx1 dan x2
maka engkaulah persamaan dengan akar-akar2x1 dan 2x2
Aku ini binatang jalang
Dari himpunan yang kosong


Kaulah integrasi belahan jiwaku
Kaulah kodomain dari fungsi hatiku
Kemana harus kucari modulus vektor hatimu?
Dengan besaran apakah harus kunyatakan cintaku?

kulihat variabel dimatamu
Matamu bagaikan 2 elipsoid
hidungmu bagaikan asimptot-asimptot hiperbola
kulihat grafik cosinus dimulut

mumodus ponen.... podue tollens....
entah dengan modus apa kusing
kaplogika hatimu.....

Beribu-ribu matriks ordo 2x2 kutempuh
Bagaimana kuungkap adjoinku padamu
kujalani tiap barisan geometri yang tak hingga jumlahnya
tiap barisan aritmatika yang tak terhitung...

Akhirnya kutemui determinan matriks hatimu
Tepat saat jarum panjang dan pendek
berimpit pada pukul 10.54


Selengkapnya...

cra ngehack foto fb lo!

Assalamualaikum wr wb...
Bagi temen-temen yang nagkunya gaul n suka nongkorong di fb, nie ada hack seru buat kamu. Setelah ditimbang, di tinjau dan diteliti,Akhirnya sang jeniusblogger menemukan cara yang lumayan unik sih.Sesuai judul di atas Gambar rahasia di profil facebook.Maksudnya apa nih boss???Gambar aneh yang mana??Sabar ya anak2(emang anak ayam lo pade) hahahaha.....
Sebenarnya di facebook tersembunyi banyak sekali rahasia unik yang kebanyakan orang belum tahu dan menahu.Dan rahasia yang ada di facebook itu sangat mengasyikan.Oke kita langsung aja ya ke inti pembahasan dari postingan ini.Cara melihat gambar rahasia di profil facebook,yaitu

Buka poto yang ada di profil facebook kamu, mas , mbak, taw siapa kamu dah...
Klik kanan poto tersebut dan copy semua link poto tersebut dengan cara mengklik save image location, kemudian kamu pastekan di tempat buat nulisin link atau situs ,apa tuh namanya yha kaya toolbar buat enter addres ,yha paste-in disituh yah,..
Contoh link poto di facebook
http://photos-b.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc1/hs023.snc1/4258_110211052387_799317387_2724689_5541880_s.jpg
Langkah berikutnya hapus sebagian link poto tersebut,sehingga link nya menjadi seperti ini
http://photos-b.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc1/hs023.snc1/ dan buka halaman baru..
Dan teeeettttt toreeeetttttt tttoooooottttteeeeee......kamu bakalan terkejutkah?Coba tebak gambar apa yang muncul??
Penasaran khan?ayo dicoba aja.

Selengkapnya...

Rabu, 14 April 2010

Mempertemukan konsep Hisab dan Rukyat

Dalam beberapa dasawarsa terakhir, di Indonesia sering kali terjadi perbedaan penetapan awal Ramadhan atau awal Syawal (Idul Fitri). Perbedaan itu acap kali menimbulkan kesan negatif di antara umat karena pemerintah ‘dianggap’ tidak konsisten dalam mengambil keputusan.

Bahkan, di tengah masyarakat, muncul istilah bahwa Lebaran akan ditentukan di mana menteri agama (menag)nya berasal. Bila dari menterinya dari NU, maka Lebarannya akan condong ke NU. Dan bila menterinya dari Muhammadiyah, maka Lebarannya akan condong ke Muhammadiyah.

Perbedaan penentuan penetapan awal Ramadhan atau awal Syawal (Idul Fitri) ini sering terjadi karena adanya perbedaan dalam menentukan cara pandang menerjemahkan makna Wujudul Hilal (melihat bulan). Jadi munculnya perbedaan itu bukan karena organisasinya akan tetapi sebetulnya pada cara memaknai hadits yang berbunyi, “Shumu liru’yatihi, wa afthiru li ru’yatihi. fain ghubiya ‘alaikum fakmilu ‘iddata sya’bana tsalatsina”. Artinya, “”Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal bila tertutup awan, maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi 30 hari.” (Lih HR Bukhari dalam kitab sahihnya, hadits no. 1776, juz 6, hal 481 ). Atau hadits yang sejenis dengannya.

Dari dasar itu, muncul dua pemahaman dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal. Pertama, rukyat. Yaitu melihat hilal pada akhir Sya’ban atau Ramadhan pada saat maghrib atau istikmal (menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari ketika rukyat terhalang oleh awan). Kedua, hisab. Yaitu dengan menggunakan perhitungan yang didasarkan pada peredaran bulan, bumi dan matahari menurut ahli hisab.

Kalau dicermati secara saksama, perbedaan itu disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, perbedaan sistem hisab dan rukyat yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sehingga, hasilnya-pun menimbulkan perbedaan penggarapan, sebagaimana adanya klasifikasi sistem hisab (hisab haqiqy taqribu, hisab haqiqy tahqiqy, hisab haqiqykontemporer). Kedua, perbedaan hasil ijtihad para ulama fiqih dalam masalah penetapan awal dan akhir Ramadhan.

Ada aliran rukyat, seperti Imam Ramli dan Al-Khatib Asy-Syaibani, yang menyatakan, jika rukyat berbeda dengan perhitungan hisab, maka yang diterima adalah kesaksian rukyat karena hisab diabaikan oleh syariat (Nihayah al-Muhtaj III: 351). Ada juga aliran hisab murni, seperti Imam As-Subkhiy, Imam Ibbadiy dan Imam Qalyubiy. Menurut mereka, jika ada orang menyaksikan hilal, sedangkan menurut perhitungan hisab tidak mungkin dirukyat, maka kesaksian tersebut harus ditolak (I’anatut Tholibin II: 261).

Lalu ada lagi aliran moderat, seperti Imam Ibnu Hajar, yang menyatakan bahwa syahadat (penyaksian) atau rukyat dapat ditolak jika ahli hisab sepakat (ittifaq). Namun, jika tidak terjadi ittifaq (kesepakatan), maka rukyat tidak dapat ditolak (Tuhfah al-Mulhaj II: 382).

Oleh karenanya agar tidak terjadi lagi perbedaan penetapan awal Ramadhan atau akhir Ramadhan, maka upaya yang perlu dilakukan adalah mempertemukan kedua metode yang dipakai oleh kedua ormas islam terbesar itu. Yaitu memadukan antara hisab dan rukyat.

Kebenaran hisab bukanlah kebenaran absolut. Ia harus dihipotesis dengan observasi lapangan agar mendapatkan data lebih akurat. Sebaliknya, observasi lapangan yang biasa dilakukan oleh para praktisi dan peneliti rukyat untuk melihat hilal juga bukan kebenaran absolut. Kebenaran rukyat harus diuji dan dihipotesis juga dengan cara penghitungan. Karena itu, bila semuanya bisa melepaskan ego masing-masing, niscaya ke depan tidak akan ada perbedaan lagi.

Untuk dapat mencapai idealisme tersebut maka antara mereka yang mengandalkan hisab dan tetap berpedoman pada rukyat harus mau secara bersama-sama menjalankan dan melakukan uji coba bersama, niscaya perbedaan itu bisa diselesaikan. Namun, jika egonya masih tinggi, maka perbedaan itu akan senantiasa ada. Konon pada tanggal 3 Agustus 2009, menteri agama telah mengeluarkan surat keputusan tentang pembentukan Badan Hisab – Rukyat Nasional. Mudah – mudahan saja organisasi ini dapat menjadi jembatan kedua “fraksi hari raya” tersebut.

Bagi yang mereka yang masih awam, secara ringkas prinsip penentuan awal bulan qomariyah dapat dijelaskan sebagai berikut. Pertama menentukan waktu ijima’ (conjunction) pada hari ke 29. Ijtima’ adalah keadaan ketika posisi Bumi, Bulan dan Matahari berada pada satu garis bujur astronomis. Pada posisi ini bagian Bulan yang terkena sinar matahari sepenuhnya membelakangi bumi.

Bila ijtima’ terjadi setelah maghrib (merupakan saat pergantian tanggal dalam Islam) maka usia bulan qomariyah adalah 30 hari, awal bulan masih lusa hari. Bila keadaan ini yang terjadi, sebut sebagai keadaan 1, maka tidak akan terjadi perbedaan awal bulan. Bila ijtima’ terjadi sebelum maghrib maka langkah kedua dilakukan yakni menentukan posisi relatif antara Bumi, Bulan dan Matahari pada saat maghrib. Bila hilal negatif (keadaan 2) maka tanggal dan bulan baru juga lusa harinya. Tetapi bila hilal positif maka akan timbul dua kemungkinan. Pertama, tinggi hilal lebih besar dari 2 derajat (keadaan 3) maka keesokan hari adalah tanggal satu bulan baru. Keadaan ini juga tidak menimbulkan perbedaan. Bila kurang dari dua derajat (keadaan 4) akan terjadi perbedaan. Penganut kriteria wujudul hilal menyatakan keesokan hari adalah bulan baru, tetapi penganut imkanu rukyat menyatakan bulan baru adalah lusanya. Jadi perbedaan hanya terjadi pada keadaan 4.

Sebagai contoh, pada 20 Agustus 2009 terjadi keadaan 2 maka puasa awal Ramadhan adalah 22 Agustus. Pada 19 September terjadi keadaan 3, hilal sekitar 6 derajat, maka 1 Syawwal jatuh pada 20 September. Terakhir, 16 Nopember terjadi keadaan 1 maka awal Dzulhijjah jatuh pada 18 Nopember. Tahun depan, 2010, akan terjadi perbedaan pada dari raya ‘idul kurban, sedangkan awal Ramadhan dan Syawwal sama. Pada 29 Dzulqo’dah yakni 6 Nopember terjadi keadaan 4, tinggi hilal satu derajat sekian menit. Pengguna wujudul hilal akan berhari raya idul adha 16 Nopember, sedangkan pengguna imkanu rukyat 17 Nopember.

Selain dari konsep diatas konsep Imaknurrukyah atau visibilitas pengamatan (batas bawah kemungkinan hilal dapat dilihat) juga dapat diharapkan bisa menjadi jembatan dalam mengatasi perbedaan yang sering terjadi. Tentu saja dengan harus terjadi kesepakatan diangka berapa derajat wujudul hilal dapat dilihat. Dan untuk memadukan ini secara ilmiah membutuhkan waktu yang tidak pendek. Karena konsep imkanur rukyat di setiap negara dapat berbeda – beda. Indonesia menetapkan 2 derajat sedangkan Mesir 4, Jordania 6, Turki 7 dan komunitas muslim Amerika utara 15. Al-Qur’an hanya menyebut dua fase Bulan, sabit (crescent) dan purnama (fullmoon). Fase sabit dimunculkan dalam dua istilah, ahillah (hilal; QS 2:189) dan urjunil qadim (tandan tua; QS 36:39). Meski keduanya memberi penampakan Bulan yang sama tetapi berbeda posisi dan waktu. Ahillah adalah awal waktu tepatnya awal bulan sedangkan urjun itu akhir bulan.

Dua fase sabit tersebut mempunyai titik temu yang menandai akhir dari urjun yang sekaligus awal dari ahillah. Titik temu tersebut adalah konjungsi atau ijtima‘.

Secara teoritis, sesaat setelah konjungsi Bulan memasuki fasa baru (new moon) yaitu Bulan sabit. Dari perspektif ini, new moon identik dengan new month. Ada sebagian umat Islam yang menetapkan keesokan harinya sebagai bulan baru bila konjungsi terjadi sebelum maghrib. Kriteria awal bulan ini dikenal sebagai ijtima’ qablal ghurub (konjungsi sebelum maghrib).

Metode hisab sebagai prediksi dan perhitungan, walaupun sebelum ini statusnya adalah sebatas hipotesis verifikatif, tetap masih perlu menggunakan pembuktian observasi (rukyat) di lapangan. Demikian pula sebaliknya. Kontinuitas rukyat yang dibuktikan dengan hasil hisab harus selalu dilakukan setiap awal dan akhir bulan Qomariyah sehingga tidak terbatas pada akhir bulan Sya’ban, akhir Ramadhan, dan akhir Dzulqa’dah saja. Dengan cara ini, hasil akhir standardisasi ketinggian hilal dapat dihasilkan sebagai hasil kompromi metode hisab dan rukyah secara empiris ilmiah. Oleh karena itu, perbedaan itu akan tetap dapat diselesaikan dengan baik asal semua pihak bersikap legowo.

Penetapkan mathla’ (tempat menyaksikan terbitnya bulan) yang sama di satu tempat juga sebaiknya harus disepakati. Jadikan tempat itu sebagai lokasi yang paling kuat dan mendekati kebenaran sesungguhnya. Bila hal itu semua telah disepakati, maka niscaya perbedaan itu tidak akan ada lagi.

Selengkapnya...

PBSB 2010

PENGUMUMAN
PENERIMAAN PESERTA PROGRAM BEASISWA SANTRI BERPRESTASI (PBSB)
KEMENTERIAN AGAMA RI TAHUN 2010

Kebijakan pembangunan pendidikan mencakup tiga aspek yaitu: perluasan akses, peningkatan mutu, dan tata kelola. Perluasan akses dan peningkatan mutu pendidikan Islam mengisyaratkan keseriusan Kementerian Agama RI dalam meningkatkan angka partisipasi masyarakat di dunia pendidikan. Dalam rangka meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi santri berprestasi dan meningkatkan kualitas pendidikan Islam, Kementerian Agama RI. bermaksud menjaring santri terbaik di kelas III pada Madrasah Aliyah (MA) atau yang sederajat di pondok pesantren untuk mengikuti program pendidikan tinggi melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB).

PERSYARATAN SELEKSI

1. Tercatat sebagai siswa/i kelas III Madrasah Aliyah (MA) atau yang sederajat di pondok pesantren.
2. Berstatus sebagai santri aktif yang bermukim dan belajar/nyantri di pondok pesantren sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Pada saat mendaftar berumur tidak lebih dari 20 tahun, terhitung tanggal 13 Maret 2010.
5. Memiliki prestasi yang baik selama pendidikan 5 semester berturut-turut dengan nilai minimal 70 (skala 100) untuk tiap mata pelajaran:

* Program IPA : Matematika, Fisika, Kimia, Biologi, dan Bahasa Inggris.
* Program IPS : Ekonomi, Geografi, Sosiologi, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
* Program Bahasa : Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Antropologi, Sastra Indonesia dan Bahasa Asing lain.
* Program Keagamaan : Bahasa Arab, Ilmu Hadist, Ilmu Tafsir, Fiqih, Bahasa Inggris.

6. Diajukan oleh Pimpinan Pondok Pesantren santri yang bersangkutan.
WAKTU DAN TEMPAT PENDAFTARAN
Pendaftaran dimulai pada tanggal 5 Februari s/d 5 Maret 2010 di Kantor Wilayah Kementerian Agama masing-masing.

MATERI TEST/SELEKSI
1. Test Bakat Skolastik (TBS)
2. Test Kemampuan Akademik
3. Test Kemampuan Bahasa Inggris
4. Test Kepesantrenan
5. Test Bahasa Arab

WAKTU DAN TEMPAT SELEKSI
Seleksi dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2010 di 29 Kantor Wilayah Kementerian Agama RI.

PEMBIAYAAN
Kementerian Agama RI akan menanggung komponen pembiayaan sebagai berikut:
1. Biaya seleksi.
2. Biaya pendidikan pre-university (matrikulasi/orientasi/bridging program).
3. Biaya pendidikan (SPP dan Sumbangan Dana Pengembangan Akademik (SDPA).
4. Bantuan Biaya hidup (living cost).

PERGURUAN TINGGI MITRA

Peserta yang lulus seleksi akan studi pada perguruan tinggi mitra: Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya, Institut Teknologi 10 November (ITS) Surabaya, Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Mataram, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, IAIN Sunan Ampel Surabaya, dan IAIN Walisongo Semarang.
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Panitia Seleksi Peserta PBSB Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama RI. dengan nomor telepon 021-3811810 atau melalui website http://www.pondokpesantren.net.

Jakarta, 3 Februari 2009

Direktur Jenderal Pedidikan Islam

ttd

Prof. Dr. H. Mohammad Ali, MA

dikutip dari http://www.pondokpesantren.net

Selengkapnya...

PUISI ALA ASTRONOM 4 BEGINER

Ah, gaduh untuk sekian kalinya,
Sebatang tulang rusuk kiriku hilang,
Mungkin tersesat ke dunia astronomi?
Mungkin meracau dipengaruh astrologi?


Stellarium menjadi mangsa,
Fabien Chereau harus dipuja,
Setiap darjah Azimuth sudah diteroka,
Nilai Meridian dan Zenith sekadar hampa.

Sembunyikah engkau?
Di belakang Orion; Sang Pemburu,
Di celah M42; Nebula Orion,
Di sebalik Barnard 33; Nebula Kepala Kuda,

Tiada.

Hanyutkah engkau?
Dibawa arus Eridanus; Sungai Po di Laut Adriatik,
Dipusing Achernar; yang berputar laju,
Ditipu Epsilon Eridani; Sang kembar Matahari,

Tiada.

Sesatkah engkau?
Puas aku membelek Hubble,
Menilik deretan dan gugusan Kuiper,
Meninjau jika terdampar engkau di sana,

Tiada.

Dalam hampa aku lesu,
SMS sakti dari bumi kanggaru,
Menjadi penawar memberi klu,
Tempat persembunyian tulang rusukku,

Kupesongkan Hubble hatiku ,
Mencari latitude +80,
Di situ! engkau di situ!
Tersangkut kemas pada Virgo,
Membawa harapan secerah Spica,

Mari, turun ke bumi!
Menjadi pelengkap rusuk kiriku,
Semoga tumbuh sebagai sayap,
Membawa kita terbang,
Dan jika engkau gayat,
Peluk erat diriku sayang,

Bersama kita membelah Celestial.

Selengkapnya...

Minggu, 11 April 2010

Kontroversi Arah KiblaT mui

Ada ketidaksingkronan dari MUI terkait persoalan arah Kiblat.

1. MUI menyatakan bahwa Kiblat cukup ke Barat dan BUKAN ke arah Ka’bah, seperti tulisan di halaman ini.

2. MUI meminta agar Kiblat mengarah ke Ka’bah. Berita di Republika, saya kopas di bawah ini.

JAKARTA-Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta masjid di Indonesia menyesuaikan arah kiblat agar tepat mengarah Kabah di Kota Mekkah, Arab Saudi. Alasannya, akibat pergeseran lempengan bumi, arah kiblat dari Indonesia ke Mekkah bergeser sekitar 30 centimeter lebih ke kanan.

Karena itu, arah kiblat masjid perlu disesuaikan. Jadi, harus disesuaikan dengan penemuan terbaru. Kalau melenceng 1-2 atau 5 cm tidak begitu masalah. Ini kan bergeser cukup besar sekitar 30 centimeter lebih, ujar Ketua MUI, KH Amidhan, Kamis (18/3) di Jakarta.

Pandangan MUI berbeda dengan seruan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Melalui Ketua Syuriah PBNU, KH Hafid Usman, ormas ini meminta agar masjid tak perlu mengubah arah kiblat. Bagi NU, memperkirakan ke arah kiblat sudah cukup meski bisa jadi arahnya tak tepat benar.

Amidhan menambahkan, MUI menganjurkan bagi masyarakat yang tengah membangun masjid baru agar menyesuaikan arah kiblat dengan penemuan terbaru. Sedangkan, bagi masjid lama, warga sekitar diminta untuk melakukan penyesuaian arah kiblat. Harus diusahakan tepat, mungkin garis shaf-nya diubah dengan cat, katanya.

Dalam hukum Islam, Amidhan mengakui shalat memang bisa menghadap ke arah bukan kiblat. Namun, hal itu boleh dilakukan dalam kondisi darurat seperti saat bepergian di dalam mobil atau pesawat terbang. Kalau normal, ya harus sesuai dengan penelitian arah kiblat yang benar, katanya.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kementeriaan Agama, Dr Rohadi Abdul Fatah, mengungkapkan bahwa sekitar 20 persen masjid dari 763 ribu masjid di Indonesia tidak mengarah kiblat dengan tepat. Perubahan arah tersebut terjadi akibat gempa bumi sehingga menimbulkan pergeseran tanah. Sebelumnya, Direktur Lembaga Rukyatul Hilal Indonesia, Mutoha Arkanuddin, mengatakan ada 80 persen masjid yang tidak mengarah kiblat.

3. MUI menemukan bahwa arah Kiblat kita melenceng sebesar 30 centimeter, karena gempa.

4. MUI mengelurkan Fatwa MUI No. 3 Tahun 2010 tentang kiblat yang disahkan pada 1 Februari 2010, yang dibacakan dalam konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta, Senin (22/3/2010).

Ada tiga ketentuan hukum dalam fatwa tersebut.

1. kiblat bagi orang yang salat dan dapat melihat kabah adalah menghadap ke bangunan kabah (ainul kabah).
2. kiblat bagi orang yang solat dan tidak dapat melihat kabah adalah arah kabah (jihat al kabah).
3. letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur kabah, maka kiblat umat Islam di Indonesia adalah menghadap ke arah barat.

Fatwa MUI ini menindaklanjuti beredarnya informasi di tangah masyarakat mengenai adanya ketidakakuratan arah kiblat di sebagian masjid atau musala di Indonesia, berdasarkan temuan hasil penelitian dan pengukuran dengan menggunakan metode ukur satelit. Atas informasi tersebut masyarakat resah dan mempertanyakan hukum arah kiblat.

Aneh….

Keresahan Ummat, disambut dengan Fatwa yang semakin menambah resah…

Mestinya, disambut dengan pencerahan, pencerdasan, semisal Fatwa Wajib Belajar Ilmu Falak. Atau apa saja yang menambah ghiroh ummat belajar dan menuntut ilmu, sebagai bentuk pengamalan ayat pertama kali diturunkan… IQRO’

Last but not least…

Saya paham, bahwa saya wajib tho’at secara hierarkhis (QS. An-Nisa ayat 59) kepada:

1. Alloh SWT
2. Rasululloh SAW
3. Ulil Amri minkum (setahu saya urusan puasa, sholat, kiblat; selama ini ke Depag-Kemenag)

Kemenag sejak dulu hingga kini, terakhir Mukernas BHR di Semarang, salah satu rekomendasinya adalah Penyempurnaan Arah Kiblat demi kesempurnaan ibadah kita. Di beberapa tempat sudah dibuatkan Sertifikat Arah Kiblat. Dengan adanya Fatwa MUI 03/2010, apakah ini harus dibongkar, atau …?

Selama persoalan itu bisa kita ilmui, bisa kita pelajari, bisa kita kaji; maka ranahnya menjadi tidak sekedar dan sesempit persoalan fiqhiyah saja. Dan Arah Kiblat sangat terbuka untuk kita kaji lebih jauh….karena nya ia adalah ilmu.

Mohon bimbing kami wahai Ulil Amri….!

Selengkapnya...

FATWA muI : ARAH KIBLAT CUKUP MENGHADAP BARAT UNTUK INDONESIA

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa tentang arah kiblat. Bagi umat Islam di Indonesia, salatnya sudah sah dengan menghadap ke arah barat, mengingat letak geografis Indonesia yang berada di timur kabah.

Demikian tercantum dalam Fatwa MUI No. 3 Tahun 2010 tentang kiblat yang disahkan pada 1 Februari 2010, yang dibacakan dalam konferensi pers di Kantor MUI, Jakarta, Senin (22/3/2010). Turut hadir dalam konferensi pers tersebut, Ketua MUI Nazri Adlani dan Sekretaris Komisi Fatwa MUI Aminudin Yakub.

Ada tiga ketentuan hukum dalam fatwa tersebut. Pertama kiblat bagi orang yang salat dan dapat melihat kabah adalah menghadap ke bangunan kabah (ainul kabah). Kedua, kiblat bagi orang yang solat dan tidak dapat melihat kabah adalah arah kabah (jihat al kabah). Ketiga, letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur kabah, maka kiblat umat Islam di Indonesia adalah menghadap ke arah barat.

Fatwa MUI ini menindaklanjuti beredarnya informasi di tangah masyarakat mengenai adanya ketidakakuratan arah kiblat di sebagian masjid atau musala di Indonesia, berdasarkan temuan hasil penelitian dan pengukuran dengan menggunakan metode ukur satelit. Atas informasi tersebut masyarakat resah dan mempertanyakan hukum arah kiblat.

“Sehingga komisi fatwa MUI memandang perlu menetapkan fatwa tentang arah kiblat untuk dijadikan pedoman bagi masayrakat,” demikian tercantum dalam Fatwa yang ditanda tangani oleh Ketua Muhammad Anwar Ibrahim dan sekretaris Hasanudin itu

Selengkapnya...