Kamis, 11 Februari 2010

PENGGUNAAN THEODOLIT


Untuk memudahkan anda dalam mengghitung arah kiblat dengan menggunakan theodolit, silahkan baca penggunanaannya sebagai berikut :


1. Pasang theodolit secara benar artinya dalam posisi tegak lurus juga pasang lotnya. Perhatikan water passnya dalam segala arah. Hal ini penting, sebaba bilaman tidak tegak lurus tentu akan mwnghasilkan informasi atau hasil yang tidak benar.

2. Pasang filter lensa jika ada.

3. Hodupkan theodolit dalam posisi bebas tidak terkunci.

4. Bidik matahari pada jam sesuai dengan yang sudah dipersiapkan jika theodolit
menggunakan lensa,namun jika tidak maka bidiklah bayangan benang lotnya saja.

5. Kunci theodolit , kemudian nolkan.

6. Jika yang dibidik bayanagn benang lot setelah dikunci dan dinolkan, maka lepas kunci putar ke bilangan 180®, kemudian kunci dan nolkan.

7. Lepas kunci putar ke kanan sesuai dengan ilanagn titik utara dalam hal ini addalah 112®47’10’’, kemudian kunci dan nolkan ( theodolit sudah mengarah ke titik utara sejati ).

8. Lepas kunci putar theodolit hingga mencapai bilangan azimuth kiblatnya yaitu 294®30’36,82’’, kemudian kunci. Theodlit banr-benar telah mengarah ke ka’bah.


Selengkapnya...

Minggu, 07 Februari 2010

sejarah ilmu falak

Dalam khazanah intelektual Islam klasik ilmu falak sering disebut dengan ilmu hisab, miqat, rasd, dan hai'ah. Tak jarang pula disamakan dengan astronomi atau "falak ilmi". Namun dalam perjalanannya ilmu hisab hanya mengkaji persoalan-persoalan ibadah, seperti arah kiblat, waktu salat, awal bulan, dan gerhana. Dr. Yahya Syami dalam bukunya yang berjudul Ilmu Falak Safhat min at-Turats al-Ilmiy al-Arabiy wa al-Islamiy (1997) memetakan sejarah perkembangan ilmu hisab menjadi dua fase, yaitu fase pra-Islam (Mesir Kuno, Mesopotamia, Cina, India, Perancis, dan Yunani) dan fase Islam.

Fase Islam ditandai dengan proses penerjemahan karya-karya monumental dari bangsa Yunani ke dalam bahasa Arab. Karya-karya bangsa Yunani yang sangat mempengaruhi perkembangan hisab di dunia Islam adalah The Sphere in Movement (Al-Kurrah al-Mutaharrikah) karya Antolycus, Ascentions of The Signs (Matali' al-Buruj) karya Aratus, Introduction to Astronomy (Al-Madhkhal ila Ilmi al-Falak) karya Hipparchus, dan Almagesty karya Ptolomeus.

Pada saat itu, kitab-kitab tersebut tak hanya diterjemahkan tetapi ditindaklanjuti melalui penelitian-penelitian dan akhirnya menghasilkan teori-teori baru. Dari sini muncul tokoh falak di kalangan umat Islam yang sangat berpengaruh, yaitu Al-Khwarizmi dengan magnum opusnya Kitab al-Mukhtashar fi Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah. Buku ini sangat mempengaruhi pemikiran cendekiawan–cendekiawan Eropa dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin oleh Robert Chester pada tahun 535 H/ 1140 M dengan judul Liber algebras et almucabala, dan pada tahun 1247 H/ 1831 M diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Frederic Rosen.

Selain al-Khwarizmi, tokoh-tokoh yang ikut membangun dan mengembangkan ilmu falak, diantaranya Abu Ma'syar al-Falakiy (w. 272 H/ 885 M) menulis kitab yang berjudul Haiatul Falak, Abu Raihan al-Biruni (363-440 H/973-1048 M) dengan kitabnya al-Qanun al-Mas'udi, Nasiruddin at-Tusi (598-673 H/1201-1274 M) dengan karya monumentalnya at-Tadzkirah fi 'Ilmi al-Haiah, dan Muhammad Turghay Ulughbek (797-853 H/1394-1449 M) yang menyusun Zij Sulthani. Karya-karya monumental tersebut sebagian besar masih berupa manuskrip dan kini tersimpan di Ma'had al-Makhtutat al-'Arabiy Kairo-Mesir.

Di Indonesia ilmu falak juga berkembang pesat. Dalam Ensiklopedi Islam Indonesia dinyatakan bahwa ulama yang pertama terkenal sebagai bapak falak Indonesia adalah Syekh Taher Jalaluddin al-Azhari. Namun, berdasarkan data historis sebenarnya selain Syekh Taher Jalaluddin pada masa itu juga ada tokoh-tokoh falak yang sangat berpengaruh, seperti Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Ahmad Rifa'i, dan K.H. Sholeh Darat.

Selanjutnya perkembangan ilmu falak di Indonesia dipelopori oleh K.H. Ahmad Dahlan dan Jamil Djambek. Kemudian diteruskan oleh anaknya Siraj Dahlan dan Saadoe'ddin Djambek (1330-1398 H/ 1911-1977 M). Diantara murid Saado'eddin yang menjadi tokoh falak adalah H. abdur Rachim. Beliau adalah salah seorang ahl falak Muhammadiyah yang sangat disegani (Sumber : Susiknan Azhari, Ilmu Falak, 2007).

Selengkapnya...

Jumat, 05 Februari 2010

buku falak



Sibahah Fadha’iyyah fi Afaq ‘Ilmil Falak

Judul buku : Sibahah Fadha’iyyah fi Afaq ‘Ilmil Falak

Pengarang : Prof.Dr.Muhammad Ahmad Sulaiman

Penerbit : Maktabah al ‘Ujairi Kuwait

Cetakan : I (1999)

Halaman : 532 halaman



Buku karya Prof.Dr.Muhammad Ahmad Sulaiman ini sangat komprehensif yang memaparkan teori-teori dan informasi astronomi modern secara lengkap. Buku Sibahah Fadha’iyyah ini berisi 9 bab:

Bab I: tentang cabang-cabang dalam ilmu astronomi modern
, yaitu sekitar 22 cabang, antara lain: al falak al al mawdhi’iy (Positional Astronomy), al Mikanika as Samawiyah (Celestial Mechanics), al Fiziya’ al Falakiyyah (Astrophysics), dst.

Bab II : tentang Tata Surya (al Majmu’ah as Syamsiyyah). Di bab ini dijelaskan secara detail tentang Bumi, Bulan dan Matahari. Berikutnya juga dijelaskan secara detail tentang planet-planet (Merkurius, Venus, Mars, Bumi, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto). Dijelaskan juga secara detail tentang Komet (mudzannabat), Meteor (syuhub), dan Meteorit (nayazik). Pembahasan Bumi, Bulan dan Matahari diuraikan sangat komprehensif sehingga sangat berguna dalam kaitannya dalam persoalan penentuan awal bulan dalam Islam khususnya Ramadan, Syawal dan Zulhijah. Karena sejatinya persoalan ini (baca: penentuan awal bulan) sangat berkaitan secara ilmiah dengan tiga benda angkasa ini.

Bab III : tentang Tata Koordinat Astronomi (Nizham al Ihdatsiyyat al Falakiyyah). Dibagian ini dijelaskan masing-masing tentang koordinat Bumi (al ihdatsiyyat al ardh), koordinat langit (al ihdatsiyyat as samawiyyah), koordinat ekuatorial (al ihdatsiyyat istiwa’iyyah), koordinat Alti-Azimut (al ihdatsiyyat as samt), koordinat ekliptik (al ihdatsiyyat al burujiyyah), koordinat galaksi (al ihdatsiyyat al majariyyah), koordinat Bulan (al ihdatsiyyat al qamariyyah). Juga dijelaskan tentang waktu bintang (zaman najmy), waktu Matahari (zaman syamsy), Kalender (Julian/Masehi dan Hijriah), Astronomical Unit (al wahdah al falakiyyah), dll.

Bab IV : tentang Bintang-Bintang (Stars/an Nujum).

Bab V : tentang Nebulae, Clusters, and Galaxies.

Bab VI : tentang Origin and Evolution of The Univers (ashlul kawn wa thathawwuruhu).

Bab VII : Techniques of Astronomical Observation (taqniyyat al arshad al falakiyyah). Yaitu penjelasan tentang Teleskop/Teropong dan alat-alat observasi lainnya serta tata cara membuat dan menggunakannya.

Bab VIII : tentang masa depan dunia antariksa (afaq ‘ashr al fadha’).

Bab IX : Astronomi Islam (‘Ilmul Falak as Syar’iy). Khusus pada bab ini yang merupakan bagian akhir buku ini dibicarakan secara cukup detail tentang persoalan ibadah penting umat Islam khusunya tentang penentuan awal bualn kamariah, penentuan waktu salat dan penentuan arah kiblat. Yang seluruhnya diuraikan secara ilmiah berikut uraian (contoh) perhitungan secara ringkas. Sehingga bagian ini sangat berguna bagi orang-orang yang concern dibidang penentuan ibadah dalan Islam khsusunya tentang penentuan awal bulan, salat dan kiblat.

Dibagian akhir bab ini juga dicantumkan berbagai hasil keputusan (tawshiyyat/taqrirat) seminar internasional tentang kalender, waktu shalat dan kibalt, seperti

1. Seminar III Majma’ Buhuts Islam Al Azhar di Mesir tahun 1966.
2. Seminar penyatuan awal bulan Kamariah di Kuwait tahun 1973.
3. Seminar penyatuan awal bulan di Turki tahun 1978.
4. Simposium tentang hilal, waktu salat, dan Astronomi di Kuwait tahun 1989.

Dibagian akhir buku ini juga dicantumkan/dijelaskan prinsip Darul Ifta’ Mesir dalam menentukan awal bulan.
Selengkapnya...

Sejarah Singkat Pendirian Persyarikatan Muhammadiyah


Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .

Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.

Mula-mula ajaran ini ditolak, namun
berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.

Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.

Disamping memberikan kegiatan kepada laki-laki, pengajian kepada ibu-ibu dan anak-anak, beliau juga mendirikan sekolah-sekolah. Tahun 1913 sampai tahun 1918 beliau telah mendirikan sekolah dasar sejumlah 5 buah, tahun 1919 mendirikan Hooge School Muhammadiyah ialah sekolah lanjutan. Tahun 1921 diganti namnaya menjadi Kweek School Muhammadiyah, tahun 1923, dipecah menjadi dua, laki-laki sendiri perempuan sendiri, dan akhirnya pada tahun 1930 namnaya dirubah menjadi Mu`allimin dan Mu`allimat.
Muhammadiyah mendirikan organisasi untuk kaum perempuan dengan Nama 'Aisyiyah yang disitulah Istri KH. A. Dahlan, Nyi Walidah Ahmad Dahlan berperan serta aktif dan sempat juga menjadi pemimpinnya.

KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Selengkapnya...

Sarjana Ilmu Falak Bisa Jadi Ahli Hukum


Selasa, 10 Maret 2009 17:52
Semarang, NU Online

Ilmu falak sebagai bagian dari astronomi pada dasarnya merupakan observational science yaitu sains yang dikembangkan atas dasar pengamatan (observasi). Data observasi merupakan data primer yang dapat menganulir data ephemeris. Dengan kata lain, ilmu falak merupakan ilmu yang dipelajari dan dikembangkan melalui matematika dan fisik.

Demikian diungkapkan oleh dosen ilmu falak Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang, Ahmad Izzuddin, Senin (9/3). Menurut Izzuddin, sehingga salah satu aplikasi praktisnya dalam peribadahan umat Islam adalah menjadikan ilmu falak juga menjadi bagian dari ilmu hukum syar'i.

Lebih lanjut, Izzuddin menambahkan, di IAIN Walisongo, pengembangan pembelajaran ilmu falak akan segera diajarkan secara simultan antara muatan hukum syar'i dan sains. Sehingga akan semakin mengkikis dikotomi imu agama dan umum.

"Program konsentrasi ilmu falak di program studi al-Ahwal al-Syahsiyah dapat disebut sebagai upaya untuk mempertemukan kembali antara aspek hukum syar'i dan hukum alam yang menjadi penopang ilmu falak. 'Melalui pendidikan di program konsentrasi ilmu falak tersebut diharapkan mampu mencetak sarjana-sarjana hukum Islam yang memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar dalam bidang hukum dan sains," katanya.

Dengan bekal pengetahuan dan kemampuan seorang sarjana Hukum Islam yang mengikuti program khusus, sambungnya, diharapkan mampu untuk melakukan kajian saintifik atas karya-karya ulama Islam, khususnya yang bertautan dengan kitab-kitab Ilmu Falak.

''Nantinya, sarjana konsentrasi ilmu falak tidak hanya menjadi ahli Falak, tapi juga ahli hukum sehingga tetap mempunyai peluang menjadi advokat, hakim, panitera sebagaimana peluang di prodi al-Ahwal al-Syahsiyah. Jadi, bahasan ilmu falak tidak semata menjadi kajian aplikatif yang berhubungan dengan perhitungan waktu salat, penentuan arah kiblat, atau perhitungan awal bulan," tandasnya. (SM)

Selengkapnya...

Semarang Diharapkan Jadi Mercusuar Ilmu Falak


Rabu, 2 Desember 2009 | 02:38 WIB

SEMARANG, KOMPAS.com--Dirjen Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Departemen Agama, Prof. Nazaruddin Umar mengharapkan Kota Semarang dapat menjadi mercusuar perkembangan ilmu falak di Indonesia, mengingat banyaknya pondok pesantren dan ahli falak di kota itu.

"Kami berupaya agar ilmu falak tidak sampai kekurangan peminat, karena peran ilmu falak sangat penting," katanya usai lokakarya dan temu dosen ilmu falak se-Indonesia bertema "Pengembangan Ilmu Falak di Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) di IAIN Walisongo Semarang, Selasa.

Menurut dia, ilmu falak sangat penting, sebab ilmu falak
mempelajari berbagai hal, di antaranya berkaitan dengan penentuan arah kiblat dan pembahasan tentang awal dan akhir ibadah, seperti penetapan awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha.
Berkaitan dengan penentuan arah kiblat, ia mengatakan, saat ini ada sekitar 800 ribu masjid di Indonesia, namun beberapa di antaranya arah kiblatnya tidak sama, bahkan cenderung berjauhan, sehingga peran para ahli falak dalam hal ini sangat diperlukan.
"Di sinilah pentingnya para ahli falak atau ahli astronomi Islam tersebut, sebab arah kiblat yang tepat sangat berpengaruh dalam kesempurnaan ibadah sholat, sehingga arah kiblat di masjid-masjid yang selama ini kurang tepat harus disempurnakan," katanya.

Namun, kata dia, para peminat kajian ilmu falak saat ini semakin minim dan kondisi tersebut cukup mengkhawatirkan, apalagi para ulama dan pakar ilmu falak sudah mulai berkurang, sehingga Depag berkomitmen untuk menguatkan kembali kajian ilmu falak melalui pendidikan yang diberikan di PTAI.

"Saat ini hanya IAIN Walisongo Semarang yang cukup fokus mengembangkan keilmuan falak dan merupakan yang pertama di Indonesia, bahkan satu-satunya di Asia Tenggara, karena itu banyak ahli-ahli falak yang berasal dari Semarang dan Jawa Tengah," katanya.

Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Syariah IAIN Walisongo Semarang, Muhyidin mengatakan, konsentrasi program studi strata 1 (S-1) ilmu falak di IAIN Walisongo telah berjalan sejak tiga tahun lalu, namun saat ini pihaknya telah membuka jenjang S-2 dan S-3 agar pengembangannya lebih maksimal.

Menurut dia, seluruh mahasiswa S-1 ilmu falak mendapatkan beasiswa yang berasal dari pemerintah, mereka merupakan mahasiswa hasil seleksi seluruh daerah di Indonesia oleh Depag dan dikirimkan untuk menempuh studi di IAIN Walisongo Semarang.
"Untuk program studi ilmu falak, setiap tahun kuotanya selalu bertambah, pada 2007 sebanyak30 orang, pada 2008 naik menjadi 40 orang, dan tahun ini meningkat lagi menjadi 50 orang," kata Muhyidin.


Selengkapnya...

Kamis, 04 Februari 2010

perhitungan waktu sholat

Cara menghitung waktu sholat
Pada tulisan terdahulu tentang WAKTU-WAKTU SHALAT, penulis telah menjelaskan beberapa hal terkait dengan waktu shalat lima waktu. Pada kesempatan ini, cara perhitungan waktu shalat dengan menggunakan sejumlah rumus matematika akan disajikan disini. Untuk menentukan waktu lima shalat wajib untuk suatu tempat dan tanggal tertentu, ada beberapa parameter yang mesti diketahui :

1. Koordinat lintang tempat tersebut (L). Daerah yang terletak di sebelah utara garis khatulistiwa (ekuator) memiliki lintang positif. Yang disebelah selatan, lintangnya negatif. Misalnya Fukuoka (Japan) memiliki lintang 33:35 derajat lintang utara (LU). Maka L = 33 + 35/60 = 33,5833 derajat. Jakarta memiliki koordinat lintang 6:10:0 derajat LS (6 derajat 10 menit busur lintang selatan). Maka L = minus (6 + 10/60) = -6,1667 derajat.
2. Koordinat bujur tempat tersebut (B) .Daerah yang terletak di sebelah timur Greenwich memiliki bujur positif. Misalnya Jakarta memiliki koordinat bujur 106:51:0 derajat Bujur Timur. Maka B = 106 + 51/60 = 106,85 derajat. Sedangkan disebelah barat Greenwich memiliki bujur negatif. Misalnya Los Angeles memiliki koordinat bujur 118:28 derajat Bujur Barat. Maka B = minus (118 + 28/60) = -118,4667 derajat.

3. Zona waktu tempat tersebut (Z). Daerah yang terletak di sebelah timur Greenwich memiliki Z positif. Misalnya zona waktu Jakarta adalah UT +7 (seringkali disebut GMT +7), maka Z = 7. Sedangkan di sebelah barat Greenwich memiliki Z negatif. Misalnya, Los Angeles memiliki Z = -8.

4. Ketinggian lokasi dari permukaan laut (H). Ketinggian lokasi dari permukaan laut (H) menentukan waktu kapan terbit dan terbenamnya matahari. Tempat yang berada tinggi di atas permukaan laut akan lebih awal menyaksikan matahari terbit serta lebih akhir melihat matahari terbenam, dibandingkan dengan tempat yang lebih rendah. Satuan H adalah meter.

5. Tanggal (D), Bulan (M) dan Tahun (Y) kalender Gregorian. Tanggal (D), bulan (M) dan tahun (Y) tentu saja menjadi parameter, karena kita ingin menentukan waktu shalat pada tanggal tersebut. Dari tanggal, bulan dan tahun tersebut selanjutnya dihitung nilai Julian Day (JD). Silakan lihat penjelasan detil tentang Julian Day pada tulisan sebelumnya tentang KALENDER JULIAN, KALENDER GREGORIAN dan JULIAN DAY. Namun ada baiknya untuk dituliskan kembali tentang rumus menghitung Julian Day. Saat ini karena Kalender Masehi yang digunakan adalah kalender Gregorian, maka rumus Julian Day adalah JD = 1720994,5 + INT(365,25*Y) + INT(30,6001(M + 1)) + B + D.
Disini INT = lambang untuk nilai integer. Jika M > 2, maka M dan Y tidak berubah. Jika M = 1 atau 2, maka M ditambah 12 sedangkan Y dikurangi 1. Nilai B = 2 + INT(A/4) - A dimana A = INT(Y/100). Nilai JD di atas berlaku untuk pukul 12.00 UT atau saat tengah hari di Greenwich. Adapun JD untuk pukul 12.00 waktu lokal, maka JD pukul 12.00 UT waktu Greenwich tersebut harus dikurangi dengan Z/24 dimana Z adalah zona waktu lokal tersebut.

Dari nilai JD tersebut, dihitung sudut tanggal T dengan rumus
T = 2*PI*(JD - 2451545)/365,25.
Disini PI adalah konstanta yang bernilai 3,14159265359. Sementara itu 2451545 adalah Julian Day untuk tanggal 1 Januari 2000 pukul 12.00 UT. Angka 365,25 adalah banyaknya hari rata-rata dalam setahun. Jadi T menunjukkan sudut tanggal dalam setahun terhitung sejak tanggal 1 Januari 2000 pukul 12.00 UT.

6. Sudut Deklinasi matahari (Delta). Dari sudut tanggal T di atas, deklinasi matahari (Delta) untuk satu tanggal tertentu dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut
Delta = 0,37877 + 23,264*SIN(57,297*T - 79,547) + 0,3812*SIN(2*57,297*T - 82,682) + 0,17132*SIN(3*57,297*T - 59,722)
Angka yang terletak di dalam kurung bersatuan derajat. Deklinasi juga bersatuan derajat.

7. Equation of Time (ET). Equation of Time untuk satu tanggal tertentu dapat dihitung sebagai berikut. Pertama kali perlu dihitung dahulu Bujur rata-rata matahari L0 yang dirumuskan
L0 = 280,46607 + 36000,7698*U
dimana U = (JD - 2451545)/36525. L0 bersatuan derajat. Selanjutnya Equation of Time dapat dirumuskan sebagai
1000*ET = -(1789 + 237*U)*SIN(L0) - (7146 - 62*U)*COS(L0) + (9934 - 14*U)*SIN(2*L0) - (29 + 5*U)*COS(2*L0) + (74 + 10*U)*SIN(3*L0) + (320 - 4*U)*COS(3*L0) - 212*SIN(4*L0)
Ruas kiri persamaan di atas masih bernilai 1000 kali ET. Dengan demikian hasilnya harus dibagi 1000 untuk mendapatkan ET. Satuan ET adalah menit.

8. Altitude matahari waktu Shubuh dan Isya. Shubuh saat fajar menyingsing pagi disebut dawn astronomical twilight yaitu ketika langit tidak lagi gelap dimana atmosfer bumi mampu membiaskan cahaya matahari dari bawah ufuk. Sementara Isya' disebut dusk astronomical twilight ketika langit tampak gelap karena cahaya matahari di bawah ufuk tidak dapat lagi dibiaskan oleh atmosfer. Dalam referensi standar astronomi, sudut altitude untuk astronomical twilight adalah 18 derajat di bawah ufuk, atau sama dengan minus 18 derajat. Ada dua jenis twilight yang lain, yaitu civil twilight dan nautical twilight masing-masing sebesar 6 dan 12 derajat di bawah ufuk.

Namun demikian ada beberapa pendapat mengenai sudut altitude matahari di bawah ufuk saat Shubuh dan Isya'. Diantaranya berkisar antara 15 hingga 20 derajat. Dengan demikian, perbedaan sudut yang digunakan akan menyebabkan perbedaan kapan datangnya waktu Shubuh dan Isya'.

9. Tetapan panjang bayangan Ashar Disini ada dua pendapat. Pendapat madzhab Syafi'i menyatakan panjang bayangan benda saat Ashar = tinggi benda + panjang bayangan saat Zhuhur. Sementara pendapat madzhab Hanafi menyatakan panjang bayangan benda saat Ashar = dua kali tinggi benda + panjang bayangan saat Zhuhur.
RUMUS WAKTU SHALAT

Rumus untuk menentukan waktu shalat dan terbit matahari adalah sebagai berikut.
* Zhuhur = 12 + Z - B/15 - ET/60
* Ashar = Zhuhur + (Hour Angle Ashar)/15
* Maghrib = Zhuhur + (Hour Angle Maghrib)/15
* Isya' = Zhuhur + (Hour Angle Isya')/15
* Shubuh = Zhuhur - (Hour Angle Shubuh)/15
* Terbit Matahari = Zhuhur - (Hour Angle Terbit Matahari)/15

Dari rumus di atas, nampak bahwa waktu shalat bergantung pada Hour Angle. Rumus Hour Angle (HA) adalah
COS(HA) = [SIN(Altitude) - SIN(Lintang)*SIN(Delta)]/[COS(Lintang)*COS(Delta)]
sehingga
Hour Angle = ACOS(COS(HA)).
Rumus Hour Angle dii atas bergantung pada Altitude. Altitude matahari atau sudut ketinggian matahari dari ufuk inilah yang berbeda nilainya untuk setiap waktu shalat.
* Untuk Ashar, Altitudenya = ARCCOT(KA + TAN(ABS(Delta - Lintang))), dimana KA = 1 untuk Syafi'i dan 2 untuk Hanafi. Lambang ABS menunjukkan nilai absolut atau nilai mutlak. Misalnya, ABS(-2) = ABS(2) = 2.
* Untuk Maghrib, Altitude = 0,8333 - 0,0347*SQRT(H) dimana SQRT menunjukkan lambang akar pangkat dua, dan H = ketinggian di atas permukaan laut.
* Untuk Isya', Altitude = minus(Sudut Isya'). Jika sudut Isya' diambil 18 derajat, maka Altitude Isya' = -18 derajat.
* Untuk Shubuh, Altitude = minus(Sudut Shubuh).
* Untuk Terbit Matahari, Altitudenya sama dengan Altitude untuk Maghrib.
CONTOH: Tentukan waktu-waktu shalat pada tanggal 12 Juni 2009 di Jakarta (L = -6,166667 derajat, B = 106,85 derajat, Z = 7, H = 50 meter). Sudut Subuh = 20 derajat. Sudut Isya' = 18 derajat. Ashar menggunakan madzhab Syafi'i (KA = 1).
Jawab:

* Pertama kali, tentukan dahulu Julian Day untuk 12 Juni 2009 pukul 12 UT. Dari tanggal tersebut diperoleh nilai D = 12, M = 6, Y = 2009, A = 20 dan B = -13. Dapat dihitung nilai JD = 2454995,0.

* Selanjutnya untuk tanggal 12 Juni 2009 pukul 12 WIB (waktu lokal di Jakarta), JD = 2454995,0 EZ/24 = 2454995,0 E7/24 = 2454994,708.
* Sudut Tanggal T = 2*PI*(2454994,708 - 2451545)/365,25 = 59,34334487 radian.
* Deklinasi Matahari atau Delta = 23,16099835 derajat
* Sementara itu U = (2454994,708 - 2451545)/36525 = 0,094447867.
* Bujur rata-rata matahari L0 = 3680.66198 derajat = 80,66198 derajat.
* Untuk Equation of Time, akhirnya dapat dihitung 1000*ET = 175 menit sehingga ET = 0,175 menit.

Dari data-data perhitungan di atas, kini waktu shalat dapat dihitung.
Waktu Zhuhur adalah 12 + Z - B/15 - ET/60 = 12 + 7 - 106,85/15 - 0,175/60 = pukul 11,87375 WIB. Jika nilai ini dikonversi ke jam-menit-detik, diperoleh pukul 11:52:26 WIB.

Waktu Ashar (madzhab Syafii).
* Altitude Ashar adalah ARCCOT(1 + TAN(ABS(23,16099835 - (-6,166667)))) = 32,63075274 derajat.
* COS(Hour Angle Ashar) = [SIN(32,63075274) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-6,166667)*COS(23,16099835)] = 0,636127253.
* Hour Angle Ashar = ACOS(0,636127253) = 50,496359 derajat.
* Jadi Waktu Ashar = Zhuhur + (Hour Angle Ashar)/15 = 11,87375 + 50,496359/15 = pukul 15,24017 sama dengan pukul 15:14:25 WIB.

Waktu Maghrib.
* COS(Hour Angle Maghrib) = [SIN(-0,833 - 0,0347*SQRT(50)) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-6,166667)*COS(23,16099835)] = 0,025627029.
* Hour Angle Maghrib = ACOS(0,025627029) = 88,53151863 derajat.
* Waktu Maghrib = Zhuhur + (Hour Angle Maghrib)/15 = 11,87375 + 88,53151863/15 = pukul 17,77585 sama dengan pukul 17:46:33 WIB.

Waktu Isya'.
* COS(Hour Angle Isya') = [SIN(-18) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-6,166667)*COS(23,16099835)] = -0,291840581.
* Hour Angle Isya' = ACOS(-0,291840581) = 106,9681811 derajat.
* Waktu Isya' = Zhuhur + (Hour Angle Isya')/15 = 11,87375 + 106,9681811/15 = pukul 19,00496 sama dengan pukul 19:00:18 WIB.

Waktu Shubuh.
* COS(Hour Angle Shubuh) = [SIN(-20) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-6,166667)*COS(23,16099835)] = -0,327945769.
* Hour Angle Shubuh = ACOS(-0,327945769) = 109,441394 derajat.
* Waktu Shubuh = Zhuhur - (Hour Angle Shubuh)/15 = 11,87375 - 109,1441394/15 = pukul 4,59748 sama dengan pukul 4:35:51 WIB.

Waktu Terbit Matahari.
* COS(Hour Angle Terbit Matahari) = [SIN(-0,833 - 0,0347*SQRT(50)) - SIN(-6,166667)*SIN(23,16099835)] / [COS(-6,166667)*COS(23,16099835)] = 0,025627029.
* Hour Angle Terbit Matahari = ACOS(0,025627029) = 88,53151863 derajat.
* Waktu Terbit Matahari = Zhuhur - (Hour Angle Terbit Matahari)/15 = 11,87375 - 88,53151863/15 = pukul 5,97165 sama dengan pukul 5:58:18 WIB.

Sebagai rangkuman, jadwal waktu shalat di Jakarta pada tanggal 12 Juni 2009 dengan data pendukung seperti tertera pada soal di atas adalah sebagai berikut.
* Shubuh pukul 4:35:51 WIB.
* Terbit Matahari pukul 5:58:18 WIB.
* Zhuhur pukul 11:52:26 WIB.
* Ashar pukul 15:14:25 WIB.
* Maghrib 17:46:33 WIB.
* Isya' pukul 19:00:18 WIB.

Berikut ini beberapa catatan tambahan untuk melengkapi pemahaman tentang cara penghitungan waktu shalat.

Pertama, rumus di atas sudah akurat untuk menentukan waktu shalat. Sebagai pembanding, penulis menjadikan software Accurate Times karya Mohamad Odeh sebagai patokan. Software tersebut menggunakan algoritma VSOP87 untuk pergerakan matahari dan algoritma ELP2000 untuk pergerakan bulan. Kedua algoritma tersebut adalah algoritma terakurat untuk menentukan pergerakan kedua benda langit tersebut. Menurut Accurate Times, untuk kasus yang sama seperti di atas, waktu shalat di Jakarta pada tanggal 12 Juni 2009 berturut-turut adalah Shubuh (4:35:56), Terbit Matahari (5:58:13), Zhuhur (11:52:24), Ashar (15:14:32), Maghrib (17:46:35) dan Isya' (19:00:21). Jika hasil perhitungan di atas dibandingkan dengan Accurate Times, perbedaannya berkisar antara 2 hingga 7 detik. Ini sudah cukup akurat.

Kedua, bagi penulis secara pribadi, nilai perbedaan beberapa detik di atas masih bisa diperkecil lagi, dengan memperhatikan sejumlah catatan. Hasil perhitungan di atas menggunakan nilai Deklinasi Matahari dan Equation of Time yang sama untuk semua waktu shalat, yaitu nilai pada pukul 12.00 waktu lokal. Padahal, nilai deklinasi matahari maupun equation of time selalu berubah setiap saat, meskipun cukup kecil perubahannya dalam rentang satu hari. Sebagai contoh pada kasus di atas, Deklinasi Matahari pada waktu Shubuh dan Isya' berturut-turut adalah 23,14178926 (atau 23:08:30) derajat dan 23,1792171 (atau 23:10:45) derajat. Perbedaannya adalah sekitar 2 menit busur. Dengan demikian, rumus di atas masih dapat diperhalus atau dikoreksi lebih baik lagi, jika untuk setiap waktu shalat, nilai Deklinasi Matahari serta Equation of Time yang digunakan sesuai dengan nilainya saat waktu shalat tersebut. Misalnya, untuk waktu shalat Isya', digunakan Deklinasi Matahari dan Equation of Time pada waktu shalat Isya' pula, bukan pada pukul 12.00 waktu lokal. Pertama kali tentukan dulu Perkiraan Hour Angle yang diperoleh dengan data Delta maupun Equation of Time saat pukul 12.00 waktu lokal. Dari Perkiraan Hour Angle ini dicari perkiraan waktu Isya'. Perkiraan waktu Isya' ini selanjutnya dikonversi ke Julian Day yang kemudian dapat dipakai untuk menghitung Delta dan Equation of Time. Begitu seterusnya diulangi satu hingga beberapa kali hingga diperoleh angka yang konvergen (tetap). Pada akhirnya rumusnya untuk waktu shalat Isya secara lengkap adalah
Waktu Shalat Isya' = 12 + Z - B/15 - (ET saat Isya')/60 + (Hour Angle Isya')/15
dimana COS(Hour Angle Isya') = [SIN(-1*Sudut Isya') - SIN(Lintang)*SIN(Delta saat Isya')] / [COS(Lintang)*COS(Delta saat Isya')].

Dengan sejumlah faktor koreksi, termasuk koreksi dari pembiasan atmosfer yang akan disajikan di bawah ini, waktu shalat menjadi lebih akurat lagi. Hasilnya adalah Shubuh (4:35:47), Terbit matahari (5:58:14), Zhuhur (11:52:25), Ashar (15:14:34), Maghrib (17:46:36) dan Isya' (19:00:22). Perbedaannya, dibandingkan dengan Accurate Times menjadi hanya antara 1-2 detik saja.

Koreksi yang lain juga dapat dilakukan pada penentuan waktu shalat Ashar. Akibat pembiasan sinar matahari oleh atmosfer bumi, altitude benda langit yang sebenarnya lebih rendah daripada altitude yang nampak. Saat waktu Ashar tiba, yang diamati adalah pusat matahari yang nampak, padahal pusat matahari yang sebenarnya sedikit lebih rendah. Yang kita hitung seharusnya adalah posisi matahari yang sebenarnya, sehingga pada akhirnya, koreksi ini membuat waktu Ashar menjadi sedikit lebih lambat. Ini dapat dengan mudah dipahami karena matahari beranjak untuk turun sehingga dibutuhkan waktu agar altitudenya berkurang. Pembahasan lengkap mengenai faktor koreksi altitude benda langit oleh atmosfer Insya Allah dibahas pada kesempatan lain.

Ketiga, koreksi oleh atmosfer ini sudah digunakan pada penentuan waktu Maghrib dan terbit matahari. Pada kedua kejadian tersebut, altitude yang nampak adalah nol derajat. Namun dalam perhitungan, altitudenya bukan nol derajat tetapi -0,8333 derajat atau minus 50 menit busur. Angka ini bersumber dari dua hal. Pertama, sudut untuk jari-jari matahari secara rata-rata adalah 16 menit busur. Kedua, besarnya koreksi pembiasan atmosfer saat benda langit berada di ufuk (saat terbit atau terbenam) rata-rata sebesar 34 menit busur. Jika dijumlahkan keduanya menghasilkan 50 menit busur di bawah ufuk, atau altitudenya minus 50 menit busur. Angka ini sudah cukup akurat. Jika ingin lebih akurat lagi, dapat diperhitungkan faktor berubahnya sudut untuk jari-jari matahari, karena nilai ini bergantung pada jarak matahari ke bumi yang tidak selalu tetap. Jika matahari berjarak cukup jauh dari bumi, maka sudut untuk jari-jari matahari bernilai lebih kecil. Demikian juga besarnya koreksi pembiasan atmosfer yang juga bergantung pada suhu maupun tekanan udara. Namun demikian untuk keperluan praktis, altitude minus 0,8333 derajat sudah cukup memadai.

Keempat, pada rumus terbit matahari (sunrise) maupun waktu Maghrib (sunset), faktor ketinggian lokasi H di atas permukaan laut juga sudah diperhitungkan. Seseorang yang berada cukup tinggi di atas permukaan laut akan menyaksikan sunrise yang lebih awal serta sunset yang lebih telat, dibandingkan dengan orang yang berada di permukaan laut. Sebenarnya H bisa juga bernilai negatif, atau ketinggiannya lebih rendah daripada permukaan laut. Untuk kasus ini, suku -0,0347*SQRT(H) pada altitude sedikit berubah menjadi +0,0347*SQRT(-H), sehingga orang yang berada di daerah yang lebih rendah dari permukaan laut akan menyaksikan sunrise yang lebih telat serta sunset yang lebih awal. Namun karena rata-rata tempat yang dihuni manusia berada di atas permukaan laut, kasus terakhir ini tidak perlu dibahas secara detail.

Kelima, dengan beragamnya pendapat mengenai besarnya sudut Shubuh maupun Isya', karena itu tentu saja dimungkinkan terjadinya perbedaan waktu Shubuh dan Isya'. Pada soal di atas dengan sudut Shubuh 20 derajat (altitude = -20 derajat), waktu Shubuh adalah pukul 4:35:51 WIB. Sepengetahuan penulis, angka 20 derajat ini biasa yang digunakan di Indonesia. Jika dipakai sudut standar astronomical twilight 18 derajat, maka waktu Shubuh datang lebih lambat, yaitu pukul 4:44:33 WIB. Ternyata perbedaan 2 derajat berimplikasi pada perbedaan waktu sekitar 8 menit. Belum lagi, jika digunakan tambahan waktu untuk faktor kehati-hatian (ikhtiyath), mulai dari 1, 2, 3 menit dan seterusnya. Sudah banyak kajian fiqh maupun astronomis mengenai waktu Shubuh dan Isya', dan nampaknya belum memungkinkan untuk disajikan di artikel singkat ini.

Keenam, dari perumusan untuk Hour Angle
COS(HA) = [SIN(Altitude) - SIN(Lintang)*SIN(Delta)]/[COS(Lintang)*COS(Delta)]
maka sangat mungkin jika nilai COS(HA) lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari -1. Padahal nilai COS berkisar antara -1 hingga 1. Jika demikian, Hour Angle tidak dapat ditentukan. Ini terjadi khususnya pada daerah lintang tinggi. Singkatnya, ada tiga kemungkinan. Kemungkinan pertama, dalam penentuan waktu Shubuh dan Isya', nilai COS(HA) < -1. Akibatnya waktu Shubuh dan Isya' tidak dapat ditentukan menurut rumus di atas. Yang terjadi adalah, di waktu malam hari, bahkan pukul 12 malam, langit masih nampak terang walaupun tidak ada matahari. Suasana langit seperti halnya di tengah-tengah waktu Maghrib. Kemungkinan kedua, untuk kasus terbit dan terbenam matahari, COS(Hour Angle) < -1. Untuk kasus ini, matahari tidak pernah terbenam.
Matahari selalu berada di atas ufuk, sehingga dengan rumus biasa di atas, waktu Shubuh, terbit matahari, Maghrib dan Isya' tidak dapat ditentukan. Hanya waktu Zhuhur dan Ashar saja yang bisa diperoleh. Dalam hal ini, sebuah kejadian unik dapat terjadi, yaitu ketika pergantian hari pada pukul
00:00:00 atau pukul "12 malam", matahari tengah bersinar di atas ufuk.
Kemungkinan ketiga, untuk kasus terbit dan terbenam matahari, COS(Hour Angle) > 1. Dalam hal ini, matahari tidak pernah terbit karena selalu berada di bawah ufuk. Hanya waktu Shubuh dan Isya' saja yang dapat ditentukan dengan rumus di atas. Selama 24 jam, hanya ada dua keadaan langit. Antara waktu Shubuh dan Isya', langit tidak begitu gelap, layaknya waktu Maghrib. Sebaliknya, antara waktu Isya' dan Shubuh, langit gelap.

Bersamaan dengan tulisan ini, penulis melampirkan file Microsoft Excel yang berisi rumus waktu shalat di atas, baik untuk versi simpel, maupun dengan tambahan beberapa koreksi. Dalam file tersebut rumus-rumus dapat diikuti prosesnya. Bagi yang tertarik, silakan mendownload di
http://www.4shared.com/file/111278266/2fa23c50/Waktu-Shalat.html

Semoga bermanfaat bagi ummat.

Referensi:
* Jean Meeus, Astronomical Algorithm, Willmann-Bell, Virginia, (1991).
* D.W. Hughes, B.D. Yallop, C.Y. Hohenkerk, The Equation of Time, Mon. Not. R. astr. Soc, 238, 1529 (1989).
* Niweateh Hajewaming, Astronomical Calculation of Islamic Times and Qiblat Direction.
* Muhammad Ilyas, Astronomy of Islamic Times for the Twenty- first Century.
* Mohamad Odeh, Accurate Times.
Selengkapnya...

MENGHITUNG POSISI MATAHARI

Matahari bersinar setiap hari, terbit pagi hari di ufuk timur, mencapai posisi tertinggi di langit pada siang hari dan terbenam sore hari di ufuk barat. Di malam hari, matahari berada di bawah ufuk dan kemudian keesokan hari kembali muncul di pagi hari. Keteraturan ini terjadi setiap hari dan dapat dipelajari oleh manusia.
Matahari bersinar setiap hari, terbit pagi hari di ufuk timur, mencapai posisi tertinggi di langit pada siang hari dan terbenam sore hari di ufuk barat. Di malam hari, matahari berada di bawah ufuk dan kemudian keesokan hari kembali muncul di pagi hari. Keteraturan ini terjadi setiap hari dan dapat dipelajari oleh manusia.
Jika diperhatikan, waktu terbit dan terbenam matahari setiap hari selalu berubah meskipun kecil. Demikian pula posisi matahari saat terbit dan terbenam. Bagi yang tinggal di dekat garis khatulistiwa, seperti di Indonesia, akan mengamati perubahan posisi terbitnya matahari dengan jelas. Suatu saat terbit tepat di arah timur (azimuth 90 derajat), di lain hari sudah bergeser sedikit ke arah utara (azimuth kurang dari 90 derajat). Kemudian kembali lagi tepat di arah timur, lalu bergeser sedikit ke arah selatan (azimuth lebih dari 90 derajat) dan kemudian kembali lagi tepat di arah timur. Demikian pula dengan pergeseran tempat terbenamnya matahari di ufuk barat.

Manusia juga dapat memperkirakan kapan terjadi gerhana matahari dan gerhana bulan dengan akurasi tinggi. Pemahaman terhadap kedua jenis gerhana tersebut membutuhkan pengetahuan tentang posisi matahari dan bulan.
Bagaimanakah cara menghitung posisi matahari pada waktu kapan saja? Tulisan ini memberikan cara menghitung posisi matahari meliputi bujur ekliptika, jarak matahari ke bumi, right ascension, deklinasi, azimuth dan altitude.
Rumus dan suku-suku yang digunakan tidak seperti algoritma VSOP87 yang sangat akurat namun hasilnya cukup dekat dengan algoritma tersebut. Untuk keperluan praktis, metode ini sudah sangat memadai dan akurat.
Rumus Menentukan Posisi Matahari

Misalnya, kita ingin mengetahui posisi matahari pada tanggal dan waktu tertentu dan diamati di tempat tertentu (Bujur, Lintang). Waktu ini bisa dapat dinyatakan dalam Local Time (LT), atau Universal Time (UT). Jika dinyatakan dalam Local Time (waktu setempat), maka konversikan dulu ke Universal Time dengan cara mengurangkannya dengan zona waktu.
• Hitung nilai Julian Day (JD) untuk waktu LT tersebut. Silakan lihat pembahasan Julian Day pada tulisan-tulisan terdahulu.
• Hitunglah nilai Delta_T. Pada file MS Excel yang penulis lampirkan, dapat dilihat bagaimana cara menghitung secara pendekatan nilai Delta_T. Pembahasan mengenai Delta_T sudah penulis sampaikan pada tulisan tentang MACAM-MACAM WAKTU.
• Hitung Julian Day Ephemeris (JDE) untuk waktu TD (Dynamical Time) = JD + Delta_T.
• Hitung nilai T yang diperoleh dari JDE tersebut. Rumusnya adalah T = (JDE - 2451545)/36525. Disini 2451545 bersesuaian dengan JDE untuk tanggal 1 Januari 2000 pukul 12 TD. Sementara itu 36525 adalah banyaknya hari dalam 1 abad (100 tahun).
• Hitung nilai bujur rata-rata matahari = L0 = 280,46645 + 36000,76983*T.
• Hitung anomali rata-rata matahari = M0 = 357,5291 + 35999,0503*T.
• Hitung nilai koreksi = C = (1,9146 - 0,0048*T)*SIN(M0) + (0,0200 - 0,0001*T)*SIN(2*M0) + 0,0003*SIN(3*M0).
• Hitung eksentrisitas orbit bumi e (tidak bersatuan) = 0,0167086 - 0,0000420*T.
• Hitung bujur ekliptika sesungguhnya = L = L0 + C.
• Hitung anomali sesungguhnya = M = M0 + C.
• Hitung Omega = 125,04452 - 1934,13626*T.
• Hitung kemiringan orbit rata-rata = Epsilon0 = 23,43929111 - 0,01300417*T.
• Hitung Delta_Epsilon = 0.002555556*COS(Omega) + 0.00015833*COS(2*L0).
• Hitung kemiringan orbit = Epsilon = Epsilon0 + Delta_Epsilon.
• Hitung waktu Greenwich Sidereal Time (GST) untuk waktu UT di atas.
• Hitung waktu Local Sidereal Time (LST) untuk waktu UT tersebut. Silakan lihat pembahasan GST dan LST pada tulisan MACAM-MACAM WAKTU.
• Sebagai catatan, satuan untuk L0, M0, C, L, M, Omega, Epsilon, Delta_Epsilon dan Epsilon adalah derajat. Untuk L0, M0, L, M dan Omega, jika nilainya lebih dari 360 derajat atau negatif, maka kurangkan atau tambahkan dengan kelipatan 360 derajat, hingga akhirnya sudutnya terletak antara 0 dan 360 derajat.
Selanjutnya, sejumlah posisi matahari di berbagai sistem koordinat dapat dihitung. Silakan lihat tulisan sebelumnya tentang MENGENAL SISTEM KOORDINAT dan TRANSFORMASI SISTEM KOORDINAT.

Koordinat Ekliptika Geosentrik (Lambda, Beta, Jarak)
• Bujur ekliptika nampak = Lambda = Bujur Ekliptika sesungguhnya (L) - 0,00569 - 0,00478*SIN(Omega). Nilai Lambda antara 0 dan.360 derajat.
• Lintang ekliptika (Beta) menurut metode ini selalu dianggap nol derajat.
• Jarak Matahari-Bumi = R = 1,000001018*(1 - e^2)/(1 + e*COS(M)). Satuan R adalah astronomical unit (AU). 1 AU = 149598000 km.
Koordinat Ekuator Geosentrik (Alpha, Delta)
• Dengan menganggap Beta untuk matahari = 0, maka rumus transformasi koordinat dari koordinat ekliptika ke ekuator menjadi lebih sederhana.
• TAN(Alpha) = [COS(Epsilon)*SIN(Lambda)] / [COS(Lambda)].
• Right Ascension = Alpha = ATAN(TAN(Alpha)).
• Disini, satuan Alpha adalah derajat. Selanjutnya karena biasanya Alpha dinyatakan dalam satuan jam, maka Alpha bersatuan derajat tersebut harus dibagi 15. Alpha terletak antara pukul 00:00:00 dan pukul 23:59:59. Jika Alpha diluar rentang tersebut, tambahkan atau kurangkan dengan kelipatan dari 24 jam.. Sementara itu rumus untuk deklinasi adalah
• SIN(Delta) = SIN(Epsilon)*SIN(Lambda).
• Deklinasi = Delta = ASIN(SIN(Delta)).
• Nilai deklinasi matahari berada dalam rentang sekitar -23,5 hingga 23,5 derajat.

Koordinat Horizon (Azimuth, Altitude)
• Hour Angle = HA = LST - Alpha.
• TAN(Azimuth_s) = [SIN(HA)] / [COS(HA)*SIN(Lintang)-TAN(Delta)*COS(Lintang)].
• Azimuth_s = ATAN(TAN(Azimuth_s)).
• Azimuth = Azimuth_s + 180 dengan satuan derajat.
• SIN(Altitude) = SIN(Lintang)*SIN(Delta) + COS(Lintang)*COS(Delta)*COS(HA).
• Altitude = ASIN(SIN(Altitude)).
• Azimuth_s diukur dari titik Selatan, sedangkan Azimuth berpatokan dari titik Utara. Arah Azimuth sesuai dengan arah jarum jam. Azimuth 0, 90, 180 dan 270 derajat masing-masing menunjuk arah Utara, Timur, Selatan dan Barat. Adapun Altitude berada dalam rentang -90 hingga 90 derajat.
Contoh: Tentukan posisi matahari di Jakarta (106:51 BT, 6:10 LS) pada tanggal 1 Juli 2009 pukul 10:00:00 WIB. Zona waktu Jakarta = UT + 7.
Jawab:
• Karena zona waktu Jakarta adalah UT + 7, maka 1 Juli 2009 pukul 10:00:00 WIB = 1 Juli 2009 pukul 03:00:00 UT.

• JD untuk 1 Juli 2009 pukul 03:00:00 UT = 2455013,625.
• Delta_T untuk waktu tersebut = 66,5 detik = 0,000769516 hari.
• JDE = 2455013,625 + 0,000769516 = 2455013,62576952.
• T = (2455013,62576952 - 2451545)/36525 = 0,094965797933.
• Selanjutnya dari nilai T tersebut dapat dihitung sejumlah nilai berikut ini.
• Bujur rata-rata L0 = 3699,30790027 derajat = 99,30790027 derajat.
• Anomali rata-rata M0 = 3776,20763658 = 176,20763658 derajat.
• Koreksi C = 0,12403577 derajat.
• Eksentrisitas e = 0,016704611.
• Bujur sesungguhnya L = 99,43193604 derajat.
• Anomali sesungguhnya M = 176,33167235 derajat.
• Omega = -58,63227324 derajat = 301,36772676 derajat.
• Epsilon0 = 23,43805616 derajat.
• Delta_Epsilon = 0,00118019 derajat.
• Epsilon = 23,43923635 derajat.
• Dapat dihitung pula, bahwa GST untuk 1 Juli 2009 pukul 03:00:00 UT = pukul 21,6201145172.
• Selanjutnya nilai LST = pukul 4,7434478505.

Akhirnya posisi matahari dapat dihitung sebagai berikut.
• Bujur nampak = 99,43032742 derajat = 99:25:49 derajat.
• TAN(Alpha) = 0,905083193/(-0,163848145) = -5,523914793.
• Alpha = 100,2611833 derajat = pukul 6,684078888 = pukul 06:41:03.
• Hour Angle (HA) = LST - Alpha = 330,8905344 derajat.
• SIN(Delta) = 0,39240056.
• Delta = 23,10395198 derajat = 23:06:14 derajat.
• TAN(Azimuth_s) = -0,486479726/(-0,518001926) = 0,939146557.
• Azimuth_s = -136,797441 derajat.
• Azimuth = 43,20255899 derajat = 43:12:09 derajat.
• SIN(Altitude) = 0,756814842 derajat.
• Altitude = 49,18420028 derajat = 49:11:03 derajat.

Kesimpulan: Pada tanggal 1 Juli 2009 pukul 10:00:00 WIB, posisi matahari adalah
• Jarak dari bumi = 1,016670259 AU = 152091837 km
• Bujur ekliptika nampak = 99:25:49 derajat.
• Right Ascension = pukul 06:41:03.
• Deklinasi = 23:06:14 derajat.
• Di Jakarta, azimuth dan altitude matahari adalah
• Azimuth = 43:12:09 derajat
• Altitude = 49:11:03 derajat.
Sebagai perbandingan, posisi matahari menurut algoritma VSOP87 adalah
• Jarak dari bumi = 152088602 km.
• Bujur ekliptika nampak = 99:25:51 derajat.
• Right Ascension = pukul 06:41:03.
• Deklinasi = 23:06:14 derajat.
• Saat itu, matahari jika diamati di Jakarta memiliki posisi
• Azimuth = 43:11:59 derajat
• Altitude = 49:11:12 derajat.

Nampak bahwa ketelitian dari cara yang diberikan disini sudah sangat memadai. Untuk contoh soal di atas, perbedaan untuk jarak sekitar 3200 km atau sekitar 0,002 persen. Perbedaan untuk bujur ekliptika nampak adalah hanya 2 detik busur atau sekitar 0,0006 derajat, azimuth 10 detik busur atau 0,003 derajat dan altitude 9 detik busur atau 0,0025 derajat. Adapun untuk right ascension dan deklinasi tidak ada perbedaan.

Rumus-rumus untuk menghitung posisi matahari di atas sudah penulis susun secara mudah dalam file MS Excel yang bisa diunduh di

http://www.4shared.com/file/113515408/6d7dc68f/Posisi-Matahari.html

DR. Rinto Anugraha (Dosen Fisika UGM)

Referensi:
• Jean Meeus: Astronomical Algorithm, Willmann-Bell, Virginia, 1991.
• Mohamad Odeh, Accurate Times v.5.1

Selengkapnya...

puisi cinta gaya matematika

Saat aku bersua dengan eksponen jiwamu,
sinus kosinus hatiku bergetar
Membelah rasa

Diagonal-diagonal ruang hatimu
bersentuhan dengan diagonal-diagonal bidang hatiku

Jika aku adalah akar-akar persamaan
x1 dan x2
maka engkaulah persamaan dengan akar-akar
2x1 dan 2x2

Aku ini binatang jalang
Dari himpunan yang kosong
Kaulah integrasi belahan jiwaku
Kaulah kodomain dari fungsi hatiku

Kemana harus kucari modulus vektor hatimu?
Dengan besaran apakah harus kunyatakan cintaku?

kulihat variabel dimatamu
Matamu bagaikan 2 elipsoid
hidungmu bagaikan asimptot-asimptot hiperbola
kulihat grafik cosinus dimulutmu

modus ponen.... podue tollens....
entah dengan modus apa kusingkap
logika hatimu.....
Beribu-ribu matriks ordo 2x2 kutempuh
Bagaimana kuungkap adjoinku padamu

kujalani tiap barisan geometri yang tak hingga jumlahnya
tiap barisan aritmatika yang tak terhitung...

Akhirnya kutemui determinan matriks hatimu
Tepat saat jarum panjang dan pendek
berimpit pada pukul 10.54 6/11

Untuk … tersayang

Tiga minggu yang lalu…
Untuk pertama kalinya kulihat kau berdiri tegak lurus lantai
Kulihat alismu yang berbentuk setengah lingkaran dengan diameter 4 cm
Saat itulah kurasakan sesuatu yang lain dari padamu
Kurasakan cinta yang rumit bagaikan invers matriks berordo 5×5

Satu minggu kemudian aku bertemu kau kembali…
Kurasakan cintaku bertambah,
bagaikan deret divergen yang mendekati tak hingga
Limit cintaku bagaikan limit tak hingga
Dan aku semakin yakin,
hukum cinta kita berupa limit dari
hukum kekekalan trigonometri sin2+cos2 = 1

Kurasakan dunia yang bagaikan kubus ini menjadi milik kita berdua
Dari titik sudut yang berseberangan,
kau dan aku bertemu di perpotongan diagonal ruang

Semakin hari kurasakan cintaku padamu
bagaikan grafik fungsi selalu naik yang tidak memiliki nilai ekstrim.
Hanya ada titik belok horizontal yang akan selalu naik
Kurasakan pula kasihku padamu
bagaikan grafik tangen (90o <>

Selengkapnya...

puisi cinta bergaya astronomi

Ah, gaduh untuk sekian kalinya,
Sebatang tulang rusuk kiriku hilang,
Mungkin tersesat ke dunia astronomi?
Mungkin meracau dipengaruh astrologi?

Stellarium menjadi mangsa,
Fabien Chereau harus dipuja,
Setiap darjah Azimuth sudah diteroka,
Nilai Meridian dan Zenith sekadar hampa.

Sembunyikah engkau?
Di belakang Orion; Sang Pemburu,
Di celah M42; Nebula Orion,
Di sebalik Barnard 33; Nebula Kepala Kuda,

Tiada.

Hanyutkah engkau?
Dibawa arus Eridanus; Sungai Po di Laut Adriatik,
Dipusing Achernar; yang berputar laju,
Ditipu Epsilon Eridani; Sang kembar Matahari,

Tiada.

Sesatkah engkau?
Puas aku membelek Hubble,
Menilik deretan dan gugusan Kuiper,
Meninjau jika terdampar engkau di sana,

Tiada.

Dalam hampa aku lesu,
SMS sakti dari bumi kanggaru,
Menjadi penawar memberi klu,
Tempat persembunyian tulang rusukku,

Kupesongkan Hubble hatiku ,
Mencari latitude +80,
Di situ! engkau di situ!
Tersangkut kemas pada Virgo,
Membawa harapan secerah Spica,

Mari, turun ke bumi!
Menjadi pelengkap rusuk kiriku,
Semoga tumbuh sebagai sayap,
Membawa kita terbang,
Dan jika engkau gayat,
Peluk erat diriku sayang,

Bersama kita membelah Celestial.
Selengkapnya...

puisi cinta ala matematika

Saat aku bersua dengan eksponen jiwamu,
sinus kosinus hatiku bergetar
Membelah rasa

Diagonal-diagonal ruang hatimu
bersentuhan dengan diagonal-diagonal bidang hatiku

Jika aku adalah akar-akar persamaan
x1 dan x2
maka engkaulah persamaan dengan akar-akar
2x1 dan 2x2

Aku ini binatang jalang
Dari himpunan yang kosong
Kaulah integrasi belahan jiwaku
Kaulah kodomain dari fungsi hatiku

Kemana harus kucari modulus vektor hatimu?
Dengan besaran apakah harus kunyatakan cintaku?

kulihat variabel dimatamu
Matamu bagaikan 2 elipsoid
hidungmu bagaikan asimptot-asimptot hiperbola
kulihat grafik cosinus dimulutmu

modus ponen.... podue tollens....
entah dengan modus apa kusingkap
logika hatimu.....
Beribu-ribu matriks ordo 2x2 kutempuh
Bagaimana kuungkap adjoinku padamu

kujalani tiap barisan geometri yang tak hingga jumlahnya
tiap barisan aritmatika yang tak terhitung...

Akhirnya kutemui determinan matriks hatimu
Tepat saat jarum panjang dan pendek
berimpit pada pukul 10.54 6/11
Selengkapnya...

puisi matematika II

Archimedes dan Newton tak akan mengerti
Medan magnet yang berinduksi di antara kita
Einstein dan Edison tak sanggup merumuskan E=mc2
Ah tak sebanding dengan momen cintaku...

Pertama kali bayangmu jatuh tepat di fokus hatiku
Nyata, tegak, diperbesar dengan kekuatan lensa maksimum
Bagai tetes minyak milikan jatuh di ruang hampa
Cintaku lebih besar dari bilangan avogadro...

Walau jarak kita bagai matahari dan Pluto
saat aphelium
Amplitudo gelombang hatimu berinterfensi dengan hatiku
Seindah gerak harmonik sempurna tanpa gaya pemulih
Bagai kopel gaya dengan kecepatan angular
yang tak terbatas...

Energi mekanik cintaku tak terbendung oleh friksi
Energi potensial cintaku tak terpengaruh oleh tetapan gaya
Energi kinetik cintaku = -mv~
Bahkan hukum kekekalan energi tak dapat
menandingi hukum kekekalan di antara kita

Lihat hukum cinta kita
Momen cintaku tegak lurus dengan momen cintamu
Menjadikan cinta kita sebagai titik ekuilibrium yang sempurna
Dengan inersia tak terhingga
Takkan tergoyahkan impuls atau momentum gaya
Inilah resultan momentum cinta kita...
Selengkapnya...